Tanpa serupiah kkn, Emang Bisa?
Oleh: Umi Latifah
Oleh: Umi Latifah
Diri ini belajar banyak dari kesekian hari bahkan lebih dari 2 bulan dari pra kkn, hingga pasca kkn. Tak terbesit suatu hal apapun dalam benak saya, seperti “wah harus bawa uang banyak disana, saya ditempat dimana ya, nggak mau kalau sama si dia, nggak mau kalau di Desa sana, DPL saya siapa ya…” atau alasan- alasan lainnya. Cuek banget bukan, semua dijalankan ya manut sing maringi. Ya, mungkin ada satu yang sering memukul saya, besok saya lakukan apa? Pertanyaan besar itupun lahir dimulai ketika q bertekat adakan observasi. E. ..untuk masalah akankah saya dapatkan seseorang lawan jenis? Ups itu nanti, ada bagian tersendiri. Jadi maapkan bila nggak mau terbuka pada semua.
Hari itu, malamnya sebelum dijadwalkan pembekalan kkn, mungkin saya diberikan keistimewaan,
wwkwkw bahasanya, SS atau screnshoot dari status WA teman mengenai teman-tema kelompok saya,
gembira pastinya dong. Pembekalan hari yang melelahkan, bakda pembekalan mungkin saya sidikit mulai
mengenal teman-teman sekelompok saya, dikusi pra observasi mungin memang perlu, tukar pikiran
bagaimana kedepannya untuk saling keterbukaan, tetap kompak coba kami rumuskan. Nah, mungkin rasa
cocok dan nyaman dengan semua anggota tim muncul.
Hari berikutnya, memang masih ada teman yang agak canggung, tapi menurut saya tim saya solid banget, hal tersebut saya rasakan ketika saya bersama tim telusuri apa potensi dan masalah yang ada di desa yang akan saya tempati ini. Alhamdulillah observai pertama lancar, kami berkeliling desa, dan apa coba, saya dan teman-teman semua kagum sekaligus wa innalillah dengan yang ada di desa. Tiap jalan ada saja batu-bata, genting, perkarangan yang luas, tambak yang luas, hehehe. Kami menyadari bahwa desa ini telah maju, bahkan melebihi desa saya di kampong halaman, betapa bodohnya saya, sudah dewasa tapi taka da sedikitpun berkontribusi didesa, dan kini diwajibkan melakukan pengabdian, memberi konntribusi untuk desa yang akan saya tempati. Nah, mungkin jadi penggerak saya harus belajar dari pengadian saya disini.
Desa yang maju, mau buat program apa?, kamu bisa apa? Itu yang jadi pertanyaan selalu dihati saya. Observasi satu, du, tiga, sampai entah kesikian kalinya saya ikuti. Mungkin kalau tak salah hanya sekali saya tidak mengikutinya. Pasti ada omongan omongan miring dari luar, “observasi terus leh, lapo ngonoku?”buat apa observasi berkali-kali sekali cukup, itu yang selalu di lontarkan kelompok lain, tapi tim saya tetap semangat dong, menepis semua itu dengan saling memberikan dorongan untuk selalu kompak temukan potensi dan masalah yang sebenarnya di desa ini. Ya betul , memang Allah maha menunjukkan jalannya, observasi akhir kami temukan sedikit informasi yang kres/ bertolak belakang Antara satu informan dengan yang lain ketika kami observasi. Alhasil itu saya beserta tim diskudikan bersama DPL.
Lanjut, pada yang yang paling seru menurut saya di moment awal-awal, yakni ketika tim adakan lokakarya
mini. Semua telah dikonsep mungkin hanya kurang matang.undangan telah disebar, 50-an peserta diperkirakan
hadir, e, justru sebaliknya. Awalnya kami jadwalkan jam 2, mengingat pesan dari pak inggi, masyarakat
insyaallah pada bisa hadir untuk jam tersebut. Dan ketika di hari H, seorang hadir tepat waktu, itupun
bukan dari muslim, tapi warga kristiani, pak pendeta dan bu Sri bayan desa. Dan yang lain mana? Mulai
gelisah nih. Sudah jam tiga, mana leh, jam mulai memutar lagi, orang-orang yang datang masih sedikit.
Oh, pak Inggi nggak juga nongol-nongol.. e.. rawuh maksud saya, sampai-sampai tim malu dan ewuh
dengan yang telah hadir, molornya sampai 1-2 jam ini bagaimana?, super sekali bukan, dan ada yang
mengatakan “neg ada uang transportnya ya nduk”,ah, dengan sedemikian cara kami usahakan agar pak
inggi hari dalam lokakarya mini ini.
Nah, ketika presentasi lancar, hanya saja kami dapatkan banyak saran, kritik yang benar-benar buanyak sekali dari para undangan yang hadir. Itu membuat kami sedikit kurang mengontrol emosi, ada pula yang muarah diluapkan digrup, tapi saya sendiri coba menenangkan diri saya, mengendalikan bagaimana jalan yang terbaik kedepannya. “kenapa tidak bilang sebelum-sebelumnya, pak? Ini sudah di ketok palu kampus,”. Banyak sekali tambahan yang diinginkan para undangan yang hadir. Satu tips untuk semua, dari lokmin dan fgd, usahakan peserta ndak jauh beda, jangan sampai seperti tim saya, kami kurang mengundang beliau-beliau yang kreatif dalam fgd sebelumnya, sebelum ketok palu kampus tentang program kami. Itu kesalahan kami, Alhamdulillah gejolak hati ini takerlangsung lama.
Lanjut lagi, hari berganti hari, mungkin kkn benar-benar waktu untuk diriku tirakat, se-rupiah pun tak
ada didompet saya. Trus kalau butuh-butuh apa gimana?, untungnya saya ditempatkan dengan orang-
orang yang baik hai mentheatring saya dari awal hingga pertengahan masa kkn. Sungguh, itu benar-benar
tak saya bayangkan. Alhamdulillah meski saya hanya men-dp 10% dar iuan kelompok, teman-teman baik
saya membiarkan saya makan bersama. Alhamdulillah, kebutuhan makan saya terpenuhi, meski harus
ngempet bila mereka pada jajan, pengin beli sesuatu, ntar lah tak beli saat ku sudah punya uang. Karena
saya sedikitpun tak mau berhutang.
23 agustus, saya kekampus, dan saya gunakan kesempatan ini, untuk keluar dari posko mengambil sedikit celengan di mahad. Mugkin memang tak banyak, dan hanya saya gunakan untuk hal-hal tertentu saya. Memang tidak punya uang bukan alasan untuk tak bisa melakukan apa-apa, asal kita mau jalan, usaha , insyaallah ada jalannya. Tapi memang butuh perjuangan. Saya tiap kali berkesempatan bertemu bu RW, Bu ending, saya selalu diingatkan pentingnya bakti pada orang tua, pentingnya menikmati cobaan, kekurangan, pentingnya kesungguhan setiap menjalani target kita yang telah direncanakan. Itu mejadi pendorong saya untuk selalu kuat tanpa uang ditangan. Hidup dan menjalani aktifitas dengan penuh semangat. Meski memang saya rasakan juga, saya tak mampu berbuat apa-apa tanpa bantuan dari temen-temen tim saya, dukungan penuh thetring internet, pinjaman motor, makan bersama, Alhamdulillah sekali.
Bu Endang, yang sangat menginsipirasi saya, bukan hanya masalah kesederhanaan, masalah kuatnya
menjalani tantangan hidup, tetapi juga saya ingin seperti bu Endang pula. Karena beliau benar-benar
peduli dengan masyarakat sekitarnya, beliau inginkan masyarakat desanya maju, berpemikiran maju,
memiliki kepedulian yang sangat tinggi sekali dengan masyarakat. Bagaimana dengan saya “zonk”.
Hidup digedung elit, serasa diri saya dimanjakan kemalasan, dampaknya pun saya rasakan, memang satu tips lagi rajinlah menjaga jama’ah mu (rajinlah ikut jama’ah), saya dan tim merasakan akibat kurangnya kedisiplinan kami dengan teguran dari Pak pemilik gedung elit yang kami tempati.
Saya banyak belajar digedung elit ini, tiap kalian diberikan kesempatan menghuni, jagalah kebersihan, jaga sikap, itu intinya. Satu lagi, yang saya perhatikan, seorang penjual mie ayam dekat gedung yang kami tempati, meskipun sudah tak lagi muda, Pak Cip nama sapaannya selalu semangat bekerja mencari nafkah, gedung yang punya dua pintu untuk akses keluarnya, tiap satu tertutup kami harus melewati beliau, beliau juga selau tersenyum, menerim kedatangan kami. Pengalaman terkunci diluar dipagi dini hari sering sya dan tim rasakan, begitu pula sebaliknya, terkunci didalam gedung hingga kami menunggu pak cip ini membukakan pintu. Itu jadi pelengkap cerita saya. Yang penyebabnya hanya pulang saya dan tim yang terlalu larut malam, maupun kami bangun yang terlalu pagi hingga cahaya sudah terang. Pengalaman usik dengan anak-anak yang senantiasa datang dengan girang ikuti bimbel, yang awalnya benar-benar saya nantikan, meski terdakang membuat kami frustasi pada mereka,hehehe. Begitulah terkadang suatu yang menyenangkan, selalu ada titik jenuhnya. Dengan adanya kkn ini, selain pengabdian, saya juga dpat belajar dari koki handal, teman-teman yang sudah lihai membuat masakan apapun bisa, bukan seperti saya.
Alhamdulillah, program pengabdian lancar dan terlaksana semua, meski ada pula yang kurang optimal, tidak bisa menggapai seperti yang direncanakan sebelumnya, seperti yang saya pegang yakni memberikan izin PIRT jamu kunir Asam. Langkah ketika terasa stop untuk terus melanjutkan mengarap program ini, ditengah-tengah juga saya dan tim rasakan, mengingat jamu ini tidak bisa di PIRT kan. Dengan segala upaya kami diskusikan agar ditemukan jalan terbaiknya untuk masalah ini. Sempat galau, memang kami rasakan. Tapi Alhamdulillah semua kompak, untuk menempuh gimana baiknya.
Pasca KKN, pengalaman yang tidak bisa kami tinggalkan, yakni “kemebulnya” otak ini menyusun laporan yang rangkap tiga. Tapi semua itu dijalani dengan senang hati, insyaallah akan luar biasa hasilnya. Silaturahmi dengan yang dikembang, selalu saya dan tim jalin, sabagai rasa terimakasih atas keterbukaan keluarga baru kkn dengan saya dan tim, yang kami anggap sebagi bapak-ibu yang ke-tiga kami selain dari yang dirumah, dan ustadz/ah kami.
Dari diadakannya kkn ini, belajar mengabdi setulus hati, menerima segala tantangan dan menghadapinya,
mencoba berusaha berinovasi adakan perubahan, saling komunikasi, jalin silaturahmi, kepedulian,
pengembangan skill, menghormati orang lain, tekat bergerak maju, pengorbanan, maupun rela menerima
segala kesederhaan, Alhamdulillah sedikit demi sedikit saya pelajari dan jadi pengalaman berharga untuk
kedepannya yang lebih baik.
Comments
Post a Comment