PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sejak 1960-an , pengharaman riba (bunga atau rente)telah menjadi salah satu isu yang paling banyak didiskusikan di kalangan muslim.Ada dua pandangan yang utama. Banyak muslim yang percaya bahwa interpretasi riba yang terdapat dalam fiqh adalah yang tepat. Bagi yang lain pengharaman riba dipahami dalam kaitan eksploitasi atas orang-orang yang tak beruntung.Bahkan terdapat pula yang berpandangan bahwa bunga bank adalah diperbolehkan.
Dalam makalah ini akan dijelaskan lebih mendalam mengenai bantahan-bantahan atas alasan diprbolehkannya bunga bank.
B. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana bantahan terhadap alasan-alasan yang membolehkan bunga bank?
A. LATAR BELAKANG
Sejak 1960-an , pengharaman riba (bunga atau rente)telah menjadi salah satu isu yang paling banyak didiskusikan di kalangan muslim.Ada dua pandangan yang utama. Banyak muslim yang percaya bahwa interpretasi riba yang terdapat dalam fiqh adalah yang tepat. Bagi yang lain pengharaman riba dipahami dalam kaitan eksploitasi atas orang-orang yang tak beruntung.Bahkan terdapat pula yang berpandangan bahwa bunga bank adalah diperbolehkan.
Dalam makalah ini akan dijelaskan lebih mendalam mengenai bantahan-bantahan atas alasan diprbolehkannya bunga bank.
B. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana bantahan terhadap alasan-alasan yang membolehkan bunga bank?
Bantahan terhadap 9 ALASAN YANG MEMBOLEHKAN BUNGA BANK
1. Dalil Ekonomi
"Bunga diberikan atas ganti rugi (oportunity cost) atas kehilangan kesempatan untuk memperoleh keuntungan dari pengolahan dana tersebut."
Yang disebut juga dengan teori "Opportunity cost". Dimana beranggapan bahwa dengan meminjamkan uang nya berarti pemberi pinjaman menunggu/ menahan diri untuk tidak menggunakan modal sendiri guna memenuhi keinginan sendiri.
Hal ini seperti memberikan waktu kepada peminjam. Dimana terdapat waktu/kesempatan bagi yang meminjamkan untuk mempergunakan modal pinjamannya untuk memperoleh keuntungan. Sehingga terdapat anggapan bahwa pemberi pinjaman berhak mendapatkan sebagian keuntungan peminjam. Besar keuntungan bergantung pada lamanya waktu pinjaman.
Bantahan:
-Waktu tidak bisa dijadikan sebagai dasar bagi peminjam untk mendapatkan keuntungan usahanya. Bisa Saja bila dengan bekerja keras, dengan waktu yang telah ditentukan, kita dapat mendapatkan keuntungan yang diharapkan. Ataupun karena malas mengembangkan usahanya, sipeminjam tidak dapat mendapatkan keuntungan.
-Belum tentu peminjam memperoleh keuntungan atas modal yang dipinjamnya. Bisa juga mendapat kerugian. Karena keberadaan usaha selain dipengaruhi oleh kondisi ekonomi juga non ekonomi. Seperti adanya bencana, cuaca, kebijakan pemerintah yang tidak mendukung usaha yang dikembangkannya.
-Pengaruh waktu dalam berbagai bidang usaha berbeda-beda. Untuk itu, tidak menyamaratakan keuntungan-kerugian yang diperoleh dari setiap usaha, misalkan saja, pedagang menjual barangnya dipasar persaingan sempurna dipastikan setiap harinya mendapatkan keuntungan-kerugian yang tidak sama.
-Selain itu, bagi sipemberi pinjaman juga belum tentu mampu mendapatkan keuntungan apabila ia menggunakan dananya untuk menggembangkan usaha sendiri.
Solusi:
-Dalam Perbankan Syariah kesempatan mendapatkan opportunity tidak akan hilang sama sekali. Seluruh skema pembiayaan Syariah misalnya Syirkah al inan, syirkah al mudharabah,bai'salam, bai istisna', IMBT,dll, merupkan struktur yang memberi peluang kepada kedua belah pihak untuk memetik keuntungan yang adil dan proporsional.
2. Dalil Ekonomi
"Hanya kredit yang bersifat komsumtif saja yang pengambilan bunganya dilarang adapun yang produktif tidak demikian."
Yang disebut juga dengan teori "Produktif - Konsumtif". Dimana terdapat anggapan setiap uang yang dipinjamkan akan membawa keuntungan bagi yang dipinjaminya. Jadi setiap uang yang dipinjamkan baik pinjaman produktif maupun pinjaman konsumtif pasti menambah keuntungan bagi peminjam sehingga pihak yang meminjami berhak untuk menarik sekian persen dari keuntungan dari apa yang telah peminjam lakukan atas yang telah diberikan.
Bantahan:
-Tak satupun riwayat dalam tafsir Thabari menyebutkan bahwa dana atau komoditas yang dipinjam adalah untuk investasi. Ini Hanyalah sekedar kesimpulan dari sisi pendukung tesis pinjaman untuk investasi bahwa uang tersebut sudah pasti pinjaman untuk tujuan konsumsi. Dengan cara yang sama pendukung tesis pinjaman untuk konsumsi berasumsi uang tersebut sudah pasti pinjaman untuk tujuan konsumsi. Terdapat dua versi riwayat ,yang saling bertentngan. Sedangkan Thabari sendiri tidak menyatakan tujuan awal dari utang piutang yang terkait dari riba ini.
Karena inilah , tampak keshahihan historis dari riwayat untuk mendukung tesis bahwa pinjam-meminjam di hijaz pada pengharaman riba terutama untuk tujuan investasi, sejak dini adalah meragukan.
-Untuk pinjaman konsumtif, Seharusnya sipemberi pinjaman tidak menambah beban sipeminjam. Apabila Si peminjam sangat membutuhkan dana, dan tidak akan adil jika masih tetap dibebankan bunga untuknya.
-Untuk pinjaman produktif, Setiap penggunaan pinjaman, terdapat dua kemungkinan memperoleh keuntungan atau menderita kerugian. Jika mengalami kerugian atas dasar apa yang dapat membenarkan pemberi pinjaman menarik keuntungan tetap secara bulanan atau tahunan dari peminjam. Keuntungan peminjam tidak bisa menjamin selalu sama dari bulan ke bulan atau tahun ke tahun.
-Untuk pinjaman produktif, atas dasar apa yang mewajibkan keuntungan minimal bagi peminjam, padahal sipemberi pinjamanpun belum tentu mampu melaksanakannya. Apabila keuntungan yang diperoleh sama/kurang dari nilai bunga yang harus dibayarkan setiap bulan /setiap tahunnya, bagaimana si kreditur(pemberi pinjaman) dibenarkan mengambil bagiannya?. Padahal ia sendiri tidak melakukan apa-apa, sedangkan peminjam yang bekerja keras, meluangkan waktu,tenaga,kemampuan.
Solusi:
-Dalam islam, praktek yang dilarang adalah pematokan imbalan pada awal secara tetap dan pasti. Adapun return berbagi hasil sangat dianjurkan. Oleh karena itu islam membuka kesempatan yang sangat luas dalam bisnis melalui bai' al murabahah, as-salam, istishna', ijarah, almudharabah, musyarakah, hawalah, rahn, kafalah,dan wakalah.
3. Dalil Ekonomi
"Bunga dianggap sebagai barang komoditi sebagaimana barang-barang tertentu oleh karena itu dapat disewakan dan diambil upah darinya.
Yang disebut juga dengan teori "Bunga sebagai Imbalan Sewa". Dimana menganggap uang sebagai barang yang menghasilkan keuntungan bilamana digunakan untuk melakukan produksi. Apabila tidak digunakan tidak menghasilkan keuntungan, tetapi bila digunakan dipastikan menghasilkan keuntungan sekian persen dari usaha yang dilakukan.
Bantahan:
-Uang tidak bisa disamakan dengan barang-barang rumah tangga atau perusahaan. Barang -barang tersebut membutuhkan perawatan yang nilainya cenderung merosot.
-Nilai dan sifat uang yang disamakan dengan barang, menjadikan nilai uang tidak stabil, dan fungsinya kehilangan esensinya.
-Dapat mengingkari aspek kemanusiaan, kerena sulitnya memperhitungkan besarnya uang sewa uang yang dikenakan
-Dalam disiplin ilmu ekonomi barat saja, (K(r);L(w);M(i)) yang menunjukkan padanan rent(sewa) adalah aset tetap dan aset bergerak, sedangkan interest (bunga) padanannya uang. Jadi uang bukanlah aset tetap. Istilah usury (rent) dan interest belum menunjukan dua hal berbeda sampai rejadi reformasi eropa. Upaya untuk membedakan antara keduanya guna membolehkan bunga adalah konsep yang asing bagi islam.
4. Dalil Ekonomi
"Bunga diberikan untuk mengimbangi laju inflasi yang mengakibatkan menyusutnya nilai uang.
Yang disebut juga dengan teori "Inflasi" Inflasi merupakan meningkatnya harga barang secara keseluruhan. Dengan demikian, terjadinya penurunan daya beli uang atau decreasing urchasing power of money. Oleh karena itu, dipahami bahwa pengambil bunga /uang sangatlah logis sebagai kompensasi penurunn daya beli uang selama dipinjamkan.
Bantahan:
-Alasan ini sangat tepat bila dalam dunia ekonomi hanyalah terjadi inflasi saja tanpa deflasi atau stabil.
-Menurut kaidah ushul fiqh, inflasi tidak dapat dijadikan sebagai علة illat dalam hukum.
-Analisis Ibnu Taimiyyah dan Ibnu Qayyim dalam kitab Al-Hisbah fil-Islam dan I'iam Al-Muwaqqiin tentang inflasi, dimana Rasulullah tidak pernah membenarkan pengambilan bunga pinjaman atas dasar faktor ini. Sebagian fuqaha berpandangan bahwa meskipun nilainya uang telah berubah, kreditur harus menerima jumlah asal dalam pelunasan utang. Fuqaha hanafi, hambali, ibnu taimiyah, berpandangan bahwa nilai uang ketika utang terjadi-lah yang harus dibayarkan.
5. Dalil Ekonomi
"Bunga diberikan atas dasar abstinence (menahan uang)"
Yang disebut juga dengan teori "Teori Abstinence".Dimana kreditor menahan diri/menangguhkan keinginannya memanfaatkan uangnya sendiri semat-mata memenuhi keinginan orang lain. Ia meminjamkan modal yang semestinya dapat mendatangkan keuntungan bagi dirinya sendiri. Jika peminjam menggunakan uang itu untuk memenuhi keinginan pribadi, ia dianggap wajib membayar sewa atas uang yang dipinjamnya. Ini sama halnya ia membayar sewa terhadap sebuah rumah, perabotan, maupun kendaraan.
Bantahan:
-Kreditor tidak akan meminjamkan uang yang akan dipakai untuk memenuhi kebutuhannya, ia hanya akan meminjamkan uang yang berlebih dari yang ia perlukan. Dengan demikian kreditor tidak menahan diri atas apapun. Tentu tidak boleh menuntut imbalan atas hal yang tidak dilakukannya tersebut.
-kreditor tidak akan bisa menentukan suku bunga yang adil antara kedua belah pihak.
-Dalam Syariah unsur penundaan konsumsi/investasi tidak dapat dijadikan illat dalam penetapan hukum. Karena salah satu syarat illat hukum(argumentasi hukum) sifatnya jelas,zahir, tetap/konsisten.
-Feeling seseorang yang menunggu dan melakukan tindakan abstinenceitu sangat berbeda-beda.
6. Dalil Ekonomi
"Sejumlah uang pada masa kini mempunyai nilai yang lebih tinggi dari jumlah yang sama pada suatu masa nanti. Oleh karena itu bunga diberikan untuk penurunan nilai ini."
Dimana manusia pada dasarnya lebih mengutamakan kehendaknya/kepuasannya sekarang dibanding kehendak dimasa depan. Terdapat pula anggapan bahwa bunga sebagai agio atau selisih nilai yang diperoleh dari barang-barang pada wktu sekarang terhadap perubahan /penukaran barang diwaktu yang akan datang. Boehm Bawerk, pendukung pendapat ini menyatakan 3 alasan:
-Keuntungan masa yang akan datang diragukan.
-Kepuasan terhadap kehendak /keinginan masa kini lebih bernilai, karena mungkin saja tidak untuk masa yang akan datang.
-Barang-barang kini lebih penting dan berguna
Bantahan:
-Seberapa penting masa sekarang masih diragukan. Mengapa masih terdapat banyak orang yang menyimpan uang untuk masa yang akan datang. Jadi masih terdapat banyak orang yang menahan keinginan masa kini untuk memenuhi keinginan masa depan.
-Tidak akan ada yang mengetahui pasti tentang apa yang akan terjadi dimasa yang akan datang. Manusia hanya bisa berupaya meraih masa depan yang lebih baik.
-Islam mengakui adanya nilai dan amat berharganya waktu. Terdapat banyak sekali sumpah Allah tentang waktu (contoh demi masa,demi waktu dhuha). Rasul juga pernah bersabda "waktu itu seperti pedang, jika kita tidak menggunakannya dengan baik, ia akan memotong kita."
islam sangat menghargai waktu tetapi penghargaannya tidak diwujudkan dalam rupiah tertentu / persentase bunga tetap. Karena hasil nyata dari optimasi waktu itu variabel, bergantung jenis usaha,sektor industri,lama usaha,keadaan pasar,stabilitas politik,produk yang dijual,jaringan pemasaran.
Solusi:
-Dalam islam merealisasikan penghargaan terhadap waktu dalam bentuk kemitraan dan nisbah bagi hasil yang semua pihak Sharing the risk and profit secara bersama-sama.
7. Dalil Agama
"Dalam keadaan-keadaan darurat bunga halal hukumnya"
Bantahan:
-Darurat itu ada pembatasannya.
Imam Suyuthi dalam bukunya Al Asybah wan Nadhair ( الاشباه والنظائر ) menegaskan bahwa “darurat adalah suatu keadaan emergency di mana jika seseorang tidak segera melakukan sesuatu tindakan dengan cepat, maka akan membawanya ke jurang kehancuran atau kematian.”
Dalam literatur klasik keadaan emergency ini sering dicontohkan dengan seorang yang tersesat di hutan dan tidak ada makanan lain kecuali daging babi yang diharamkan, maka dalam keadaan darurat demikian Allah menghalalkan daging babi dengan 2 batasan ;ٌ
“Barangsiapa dalam keadaan terpaksa, seraya dia (1) tidak menginginkan dan (2) tidak pula melampaui batas, maka sesungguhnya Allah itu Maha Pengampun Maha Penyayang.”. Pembatasan yang pasti terhadap pengambilan dispensasi darurat ini harus sesuai dengan metodologi ushul fiqh, terutama penerapan al qawaid al fiqhiyah seputar kadar darurat.
Sesuai dengan ayat di atas para ulama merumuskan kaidah.
الضرورات تقدر بقدرها
“Darurat itu harus dibatasi sesuai kadarnya.”
Artinya darurat itu ada masa berlakunya serta ada batasan ukuran dan kadarnya. Contohnya, seandainya di hutan ada sapi atau ayam maka dispensasi untuk memakan daging babi menjadi hilang. Demikian juga seandainya untuk mempertahankan hidup cukup dengan tiga suap maka tidak boleh melampaui batas hingga tujuh atau sepuluh suap. Apalagi jika dibawa pulang dan dibagi-bagikan kepada tetangga.
- Jadi untuk kasus sekarang tak ada alasan darurat, karena dalam kondisi darurat, kaum muslimin bisa terbantukan dengan adanya zakat dan sedekah dan untuk urusan bisnis, masih ada seribu alternatif yg halal.
1. Dalil Ekonomi
"Bunga diberikan atas ganti rugi (oportunity cost) atas kehilangan kesempatan untuk memperoleh keuntungan dari pengolahan dana tersebut."
Yang disebut juga dengan teori "Opportunity cost". Dimana beranggapan bahwa dengan meminjamkan uang nya berarti pemberi pinjaman menunggu/ menahan diri untuk tidak menggunakan modal sendiri guna memenuhi keinginan sendiri.
Hal ini seperti memberikan waktu kepada peminjam. Dimana terdapat waktu/kesempatan bagi yang meminjamkan untuk mempergunakan modal pinjamannya untuk memperoleh keuntungan. Sehingga terdapat anggapan bahwa pemberi pinjaman berhak mendapatkan sebagian keuntungan peminjam. Besar keuntungan bergantung pada lamanya waktu pinjaman.
Bantahan:
-Waktu tidak bisa dijadikan sebagai dasar bagi peminjam untk mendapatkan keuntungan usahanya. Bisa Saja bila dengan bekerja keras, dengan waktu yang telah ditentukan, kita dapat mendapatkan keuntungan yang diharapkan. Ataupun karena malas mengembangkan usahanya, sipeminjam tidak dapat mendapatkan keuntungan.
-Belum tentu peminjam memperoleh keuntungan atas modal yang dipinjamnya. Bisa juga mendapat kerugian. Karena keberadaan usaha selain dipengaruhi oleh kondisi ekonomi juga non ekonomi. Seperti adanya bencana, cuaca, kebijakan pemerintah yang tidak mendukung usaha yang dikembangkannya.
-Pengaruh waktu dalam berbagai bidang usaha berbeda-beda. Untuk itu, tidak menyamaratakan keuntungan-kerugian yang diperoleh dari setiap usaha, misalkan saja, pedagang menjual barangnya dipasar persaingan sempurna dipastikan setiap harinya mendapatkan keuntungan-kerugian yang tidak sama.
-Selain itu, bagi sipemberi pinjaman juga belum tentu mampu mendapatkan keuntungan apabila ia menggunakan dananya untuk menggembangkan usaha sendiri.
Solusi:
-Dalam Perbankan Syariah kesempatan mendapatkan opportunity tidak akan hilang sama sekali. Seluruh skema pembiayaan Syariah misalnya Syirkah al inan, syirkah al mudharabah,bai'salam, bai istisna', IMBT,dll, merupkan struktur yang memberi peluang kepada kedua belah pihak untuk memetik keuntungan yang adil dan proporsional.
2. Dalil Ekonomi
"Hanya kredit yang bersifat komsumtif saja yang pengambilan bunganya dilarang adapun yang produktif tidak demikian."
Yang disebut juga dengan teori "Produktif - Konsumtif". Dimana terdapat anggapan setiap uang yang dipinjamkan akan membawa keuntungan bagi yang dipinjaminya. Jadi setiap uang yang dipinjamkan baik pinjaman produktif maupun pinjaman konsumtif pasti menambah keuntungan bagi peminjam sehingga pihak yang meminjami berhak untuk menarik sekian persen dari keuntungan dari apa yang telah peminjam lakukan atas yang telah diberikan.
Bantahan:
-Tak satupun riwayat dalam tafsir Thabari menyebutkan bahwa dana atau komoditas yang dipinjam adalah untuk investasi. Ini Hanyalah sekedar kesimpulan dari sisi pendukung tesis pinjaman untuk investasi bahwa uang tersebut sudah pasti pinjaman untuk tujuan konsumsi. Dengan cara yang sama pendukung tesis pinjaman untuk konsumsi berasumsi uang tersebut sudah pasti pinjaman untuk tujuan konsumsi. Terdapat dua versi riwayat ,yang saling bertentngan. Sedangkan Thabari sendiri tidak menyatakan tujuan awal dari utang piutang yang terkait dari riba ini.
Karena inilah , tampak keshahihan historis dari riwayat untuk mendukung tesis bahwa pinjam-meminjam di hijaz pada pengharaman riba terutama untuk tujuan investasi, sejak dini adalah meragukan.
-Untuk pinjaman konsumtif, Seharusnya sipemberi pinjaman tidak menambah beban sipeminjam. Apabila Si peminjam sangat membutuhkan dana, dan tidak akan adil jika masih tetap dibebankan bunga untuknya.
-Untuk pinjaman produktif, Setiap penggunaan pinjaman, terdapat dua kemungkinan memperoleh keuntungan atau menderita kerugian. Jika mengalami kerugian atas dasar apa yang dapat membenarkan pemberi pinjaman menarik keuntungan tetap secara bulanan atau tahunan dari peminjam. Keuntungan peminjam tidak bisa menjamin selalu sama dari bulan ke bulan atau tahun ke tahun.
-Untuk pinjaman produktif, atas dasar apa yang mewajibkan keuntungan minimal bagi peminjam, padahal sipemberi pinjamanpun belum tentu mampu melaksanakannya. Apabila keuntungan yang diperoleh sama/kurang dari nilai bunga yang harus dibayarkan setiap bulan /setiap tahunnya, bagaimana si kreditur(pemberi pinjaman) dibenarkan mengambil bagiannya?. Padahal ia sendiri tidak melakukan apa-apa, sedangkan peminjam yang bekerja keras, meluangkan waktu,tenaga,kemampuan.
Solusi:
-Dalam islam, praktek yang dilarang adalah pematokan imbalan pada awal secara tetap dan pasti. Adapun return berbagi hasil sangat dianjurkan. Oleh karena itu islam membuka kesempatan yang sangat luas dalam bisnis melalui bai' al murabahah, as-salam, istishna', ijarah, almudharabah, musyarakah, hawalah, rahn, kafalah,dan wakalah.
3. Dalil Ekonomi
"Bunga dianggap sebagai barang komoditi sebagaimana barang-barang tertentu oleh karena itu dapat disewakan dan diambil upah darinya.
Yang disebut juga dengan teori "Bunga sebagai Imbalan Sewa". Dimana menganggap uang sebagai barang yang menghasilkan keuntungan bilamana digunakan untuk melakukan produksi. Apabila tidak digunakan tidak menghasilkan keuntungan, tetapi bila digunakan dipastikan menghasilkan keuntungan sekian persen dari usaha yang dilakukan.
Bantahan:
-Uang tidak bisa disamakan dengan barang-barang rumah tangga atau perusahaan. Barang -barang tersebut membutuhkan perawatan yang nilainya cenderung merosot.
-Nilai dan sifat uang yang disamakan dengan barang, menjadikan nilai uang tidak stabil, dan fungsinya kehilangan esensinya.
-Dapat mengingkari aspek kemanusiaan, kerena sulitnya memperhitungkan besarnya uang sewa uang yang dikenakan
-Dalam disiplin ilmu ekonomi barat saja, (K(r);L(w);M(i)) yang menunjukkan padanan rent(sewa) adalah aset tetap dan aset bergerak, sedangkan interest (bunga) padanannya uang. Jadi uang bukanlah aset tetap. Istilah usury (rent) dan interest belum menunjukan dua hal berbeda sampai rejadi reformasi eropa. Upaya untuk membedakan antara keduanya guna membolehkan bunga adalah konsep yang asing bagi islam.
4. Dalil Ekonomi
"Bunga diberikan untuk mengimbangi laju inflasi yang mengakibatkan menyusutnya nilai uang.
Yang disebut juga dengan teori "Inflasi" Inflasi merupakan meningkatnya harga barang secara keseluruhan. Dengan demikian, terjadinya penurunan daya beli uang atau decreasing urchasing power of money. Oleh karena itu, dipahami bahwa pengambil bunga /uang sangatlah logis sebagai kompensasi penurunn daya beli uang selama dipinjamkan.
Bantahan:
-Alasan ini sangat tepat bila dalam dunia ekonomi hanyalah terjadi inflasi saja tanpa deflasi atau stabil.
-Menurut kaidah ushul fiqh, inflasi tidak dapat dijadikan sebagai علة illat dalam hukum.
-Analisis Ibnu Taimiyyah dan Ibnu Qayyim dalam kitab Al-Hisbah fil-Islam dan I'iam Al-Muwaqqiin tentang inflasi, dimana Rasulullah tidak pernah membenarkan pengambilan bunga pinjaman atas dasar faktor ini. Sebagian fuqaha berpandangan bahwa meskipun nilainya uang telah berubah, kreditur harus menerima jumlah asal dalam pelunasan utang. Fuqaha hanafi, hambali, ibnu taimiyah, berpandangan bahwa nilai uang ketika utang terjadi-lah yang harus dibayarkan.
5. Dalil Ekonomi
"Bunga diberikan atas dasar abstinence (menahan uang)"
Yang disebut juga dengan teori "Teori Abstinence".Dimana kreditor menahan diri/menangguhkan keinginannya memanfaatkan uangnya sendiri semat-mata memenuhi keinginan orang lain. Ia meminjamkan modal yang semestinya dapat mendatangkan keuntungan bagi dirinya sendiri. Jika peminjam menggunakan uang itu untuk memenuhi keinginan pribadi, ia dianggap wajib membayar sewa atas uang yang dipinjamnya. Ini sama halnya ia membayar sewa terhadap sebuah rumah, perabotan, maupun kendaraan.
Bantahan:
-Kreditor tidak akan meminjamkan uang yang akan dipakai untuk memenuhi kebutuhannya, ia hanya akan meminjamkan uang yang berlebih dari yang ia perlukan. Dengan demikian kreditor tidak menahan diri atas apapun. Tentu tidak boleh menuntut imbalan atas hal yang tidak dilakukannya tersebut.
-kreditor tidak akan bisa menentukan suku bunga yang adil antara kedua belah pihak.
-Dalam Syariah unsur penundaan konsumsi/investasi tidak dapat dijadikan illat dalam penetapan hukum. Karena salah satu syarat illat hukum(argumentasi hukum) sifatnya jelas,zahir, tetap/konsisten.
-Feeling seseorang yang menunggu dan melakukan tindakan abstinenceitu sangat berbeda-beda.
6. Dalil Ekonomi
"Sejumlah uang pada masa kini mempunyai nilai yang lebih tinggi dari jumlah yang sama pada suatu masa nanti. Oleh karena itu bunga diberikan untuk penurunan nilai ini."
Dimana manusia pada dasarnya lebih mengutamakan kehendaknya/kepuasannya sekarang dibanding kehendak dimasa depan. Terdapat pula anggapan bahwa bunga sebagai agio atau selisih nilai yang diperoleh dari barang-barang pada wktu sekarang terhadap perubahan /penukaran barang diwaktu yang akan datang. Boehm Bawerk, pendukung pendapat ini menyatakan 3 alasan:
-Keuntungan masa yang akan datang diragukan.
-Kepuasan terhadap kehendak /keinginan masa kini lebih bernilai, karena mungkin saja tidak untuk masa yang akan datang.
-Barang-barang kini lebih penting dan berguna
Bantahan:
-Seberapa penting masa sekarang masih diragukan. Mengapa masih terdapat banyak orang yang menyimpan uang untuk masa yang akan datang. Jadi masih terdapat banyak orang yang menahan keinginan masa kini untuk memenuhi keinginan masa depan.
-Tidak akan ada yang mengetahui pasti tentang apa yang akan terjadi dimasa yang akan datang. Manusia hanya bisa berupaya meraih masa depan yang lebih baik.
-Islam mengakui adanya nilai dan amat berharganya waktu. Terdapat banyak sekali sumpah Allah tentang waktu (contoh demi masa,demi waktu dhuha). Rasul juga pernah bersabda "waktu itu seperti pedang, jika kita tidak menggunakannya dengan baik, ia akan memotong kita."
islam sangat menghargai waktu tetapi penghargaannya tidak diwujudkan dalam rupiah tertentu / persentase bunga tetap. Karena hasil nyata dari optimasi waktu itu variabel, bergantung jenis usaha,sektor industri,lama usaha,keadaan pasar,stabilitas politik,produk yang dijual,jaringan pemasaran.
Solusi:
-Dalam islam merealisasikan penghargaan terhadap waktu dalam bentuk kemitraan dan nisbah bagi hasil yang semua pihak Sharing the risk and profit secara bersama-sama.
7. Dalil Agama
"Dalam keadaan-keadaan darurat bunga halal hukumnya"
Bantahan:
-Darurat itu ada pembatasannya.
Imam Suyuthi dalam bukunya Al Asybah wan Nadhair ( الاشباه والنظائر ) menegaskan bahwa “darurat adalah suatu keadaan emergency di mana jika seseorang tidak segera melakukan sesuatu tindakan dengan cepat, maka akan membawanya ke jurang kehancuran atau kematian.”
Dalam literatur klasik keadaan emergency ini sering dicontohkan dengan seorang yang tersesat di hutan dan tidak ada makanan lain kecuali daging babi yang diharamkan, maka dalam keadaan darurat demikian Allah menghalalkan daging babi dengan 2 batasan ;ٌ
“Barangsiapa dalam keadaan terpaksa, seraya dia (1) tidak menginginkan dan (2) tidak pula melampaui batas, maka sesungguhnya Allah itu Maha Pengampun Maha Penyayang.”. Pembatasan yang pasti terhadap pengambilan dispensasi darurat ini harus sesuai dengan metodologi ushul fiqh, terutama penerapan al qawaid al fiqhiyah seputar kadar darurat.
Sesuai dengan ayat di atas para ulama merumuskan kaidah.
الضرورات تقدر بقدرها
“Darurat itu harus dibatasi sesuai kadarnya.”
Artinya darurat itu ada masa berlakunya serta ada batasan ukuran dan kadarnya. Contohnya, seandainya di hutan ada sapi atau ayam maka dispensasi untuk memakan daging babi menjadi hilang. Demikian juga seandainya untuk mempertahankan hidup cukup dengan tiga suap maka tidak boleh melampaui batas hingga tujuh atau sepuluh suap. Apalagi jika dibawa pulang dan dibagi-bagikan kepada tetangga.
- Jadi untuk kasus sekarang tak ada alasan darurat, karena dalam kondisi darurat, kaum muslimin bisa terbantukan dengan adanya zakat dan sedekah dan untuk urusan bisnis, masih ada seribu alternatif yg halal.
8. Dalil Agama
"Hanya bunga yang berlipatganda saja yang dilarang,adapun suku bunga yang wajar dan tidak mendzalimi tidak diperkenankan"
Bantahan:
-Bantahan Pertama.
Pendapat bahwa bunga hanya dikategorikan riba bila sudah berlipat-ganda dan memberatkan. Sementara bila kecil dan wajar-wajar saja dibenarkan. Pendapat ini berasal dari pemahaman yang keliru atas surat Ali Imran ayat 130.َ “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian memakan riba dengan berlipat-ganda dan bertaqwalah kalian kepada Allah supaya kalian mendapat keberuntungan.”
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Tafsir al-misbah
Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menarik piutang yang kalian pinjamkan kecuali pokoknya saja. Jangan sampai kalian memungut bunga yang terus bertambah dari tahun ke tahun hingga berlipat ganda, dan takutlah kepada Allah. Juga, jangan mengambil atau memakan harta orang lain dengan jalan yang tidak dibenarkan. Karena kamu sekalian akan bisa berhasil dan beruntung hanya bila menjahui riba, banyak maupun sedikit. (1) (1) Pada ayat ini, riba diberi sifat 'berlipat-ganda', hingga membuat kita perlu untuk membicarakannya dari segi ekonomi. Ada dua macam riba: nasî'ah dan fadll. Yang pertama, riba al-nasî'ah, adalah yang secara tegas diharamkan oleh teks al-Qur'ân. Batasannya adalah suatu pinjaman yang mendatangkan keuntungan kepada si pemilik modal sebagai imbalan penundaan pembayaran. Sama saja apakah keuntungan itu banyak atau sedikit, berupa uang atau barang. Tidak seperti hukum positif yang membolehkan riba bila tidak lebih dari 6%, misalnya. Sedang riba al-fadll adalah suatu bentuk tukar-menukar dua barang sejenis yang tidak sama kwantitasnya. Contoh: penukaran 50 ton gandum dengan 50,5 ton gandum atas kesepakatan kedua belah pihak. Tetapi sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa riba yang pertama sajalah yang dengan tegas diharamkan oleh teks al-Qur'ân. Karena riba ini adalah laba ganda yang bila dimakan akan terwujud praktek memakan riba berlipat-lipat seperti yang tersebut dalam ayat, sesuatu hal yang tidak terjadi pada riba al-fadll, maka tidak diharamkan. Pengharamannya pun, menurut sebagian ulama ini, tidak langsung didasarkan pada hadis itu sendiri. Tetapi didasarkan pada kaidah sadd al-dzarâ'i' (mencegah suatu perbuatan yang bisa membawa kepada yang perbuatan haram). Hal itu karena praktek riba al-fadll bisa menggiring orang untuk melakukan riba al-nasî'ah yang telah jelas haram, walau terkadang masih dapat dibolehkan dalam keadaan darurat. Adapun dari sisi ekonomi, riba merupakan cara pengumpulan harta yang membahayakan karena riba merupakan cara penimbunan harta tanpa bekerja. Sebab harta dapat diperoleh hanya dengan memperjual-belikan uang, suatu benda yang pada dasarnya diciptakan untuk alat tukar-menukar dan pemberian nilai untuk suatu barang. Agama Yahudi pun mengharamkan praktik riba ini. Hanya saja, anehnya, pengharaman itu hanya belaku di kalangan mereka sendiri. Sedangkan praktik riba dengan orang lain dibolehkan. Tujuan mereka adalah untuk menyengsarakan orang lain dan untuk memegang kendali perekonomian dunia.
Sepintas, surat Ali Imran 130 ini memang hanya melarang riba yang berlipat-ganda. Namun pemahaman kembali ayat tersebut secara cermat, termasuk mengaitkannya dengan ayat-ayat riba lainnya. Secara komprehensif, serta pemahaman terhadap fase-fase pelarangan riba secara menyeluruh, akan sampai pada kesimpulan bahwa riba dalam segala bentuk dan jenisnya mutlak diharamkan.
Kriteria berlipat-ganda dalam ayat ini harus dipahami sebagai hal (حال) atau sifat dari riba, dan sama sekali bukan merupakan syarat. Syarat artinya kalau terjadi pelipat-gandaan, maka riba, jikalau kecil tidak riba.
Menanggapi hal ini, Dr. Abdullah Draz, dalam salah satu konfrensi fiqh Islami di Paris, tahun 1978, menegaskan kerapuhan asumsi syarat tersebut. Beliau menjelaskan secara linguistik (ضعف) arti “kelipatan”. Sesuatu berlipat minimal 2 kali lebih besar dari semula. Sementara (اضعاف) adalah bentuk jamak dari kelipatan tadi. Minimal jamak adalah 3. Dengan demikian (اضعافا) bararti 3×2=6 kali. Sementara (مضاعفا) dalam ayat adalah ta’kid (للتأكيد) untuk penguatan. Dengan demikian menurut beliau, kalau berlipat-ganda itu dijadikan syarat, maka sesuai dengan konsekuensi bahasa, minimum harus 6 kali atau bunga 600 %. Secara operasional dan nalar sehat angka itu mustahil terjadi dalam proses perbankan maupun simpan-pinjam.
Menanggapi pembahasan Q.S. Ali Imran ayat 130 ini, Syaikh Umar bin Abdul Aziz Al Matruk, menegaskan ;
“Adapun yang dimaksud dengan ayat 130 Surat Ali Imran, termasuk redaksi berlipat-ganda dan pengguna-annya sebagai dalil, sama sekali tidak bermakna bahwa riba harus sedemikian banyak. Ayat ini menegaskan tentang karakteristik riba secara umum bahwa ia mempunyai kecenderungan untuk berkembang dan berlipat sesuai dengan berjalannya waktu. Dengan demikian redaksi ini (berlipat-ganda) menjadi sifat umum dari riba dalam terminologi syara (Allah dan rasul-Nya).”
DR. Sami Hasan Hamoud menjelaskan bahwa, bangsa Arab di samping melakukan pinjam-meminjam dalam bentuk uang dan barang bergerak juga melakukannya dalam ternak. Mereka biasa meminjamkan ternak berumur 2 tahun (bint makhad) dan meminta kembalian berumur 3 tahun (bint labun). Kalau meminjamkan bint labun meminta kembalian haqqah (berumur 4 tahun). Kalau meminjamkan haqqah meminta kembalian jadzaah (berumur 5 tahun).
Kriteria tahun dan umur ternak terkadang loncat dan tidak harus berurutan tergantung kekuatan supply and demand (permintaan dan penawaran) di pasar. Dengan demikian, kriteria tahun bisa berlipat dari ternak berumur 1 ke 2, bahkan ke 3 tahun. .
-Bantahan Kedua
Istilah 'adl afan mudla'afatan (penggandaan dan pelipat-penggandaan) yang disebutkan dalam ayat tersebut hanyalah menjelaskan apa yang praktikkan oleh orang-oran arab, bukan berarti bahwa bunga yang dikenakan menjadi halal bila jumlahnya tidak dilipatgandakan. Selain itu, menurut pandangan yang lain ayat-ayat riba terakhir (2:275-278) telah secara jelas menyatakan setiap tambahan melebihi dan diatas pokok pinjaman sudah pasti riba, dan dengan demikian adalah haram. Hal ini berlaku bagi setiap bentuk bunga entah itu bunga bersuku rendah, berlipat, tetap maupun yang berubah-ubah.
-Bantahan Ketiga
Karena pendapat membolehkan riba/bunga kalo tidak berlipat ganda ini dibangun dari mafhum mukhalafah ayat 130 Ali ‘Imran. Maka argumen ini juga dapat dimentahkan dengan pandangan ushuluyyin yang telah sepakat bahwa qaid (keterangan) yang sudah ada faedahnya tidak ada mafhum mukhalafah-nya. Juga, mafhum mukhalafah dari ad’afan mudha’afatan bertentangan dengan mantuq ayat 278 Al-Baqarah. Dalam kaidah ushul fiqh dinyatakan bahwa apabila mafhum berlawanan dengan mantuq, maka yang dimenangkan adalah mantuq.
Perlu direnungi pula bahwa penggunaan kaidah mafhum mukhalafah dalam konteks Ali Imran 130 sangatlah menyimpang baik dari siyaqul kalam, konteks antar-ayat, kronologis penurunan wahyu, dan sabda-sabda Rasulullah seputar pembungaan uang serta praktek riba pada masa itu.
Di atas itu semua harus pula dipahami sekali lagi bahwa ayat 130 Surat Ali Imran diturunkan pada tahun ke 3 H. Ayat ini harus dipahami bersama ayat 278-279 dari surat Al Baqarah yang turun pada tahun ke 9 H. Para ulama menegaskan bahwa pada ayat terakhir tersebut merupakan “ayat sapu jagat” untuk segala bentuk, ukuran, kadar, dan jenis riba.
8. Dalil Agama
"Bank dan lembaga keuangan bukan bank sebagai lembaga hukum tidak termasuk teritorial hukum taklif''
Ada sebagian ulama' yang berpendapat bahwa ketika ayat riba turun dan disampaikan di jazirah arabia, belum ada bank atau lembaga keuangan, yang ada hanyalah individu-individu. Dengan demikian Bank Danamon, BCA, attau Bank Lippo tidak terkena pada saat nabi hidup belum ada.
Bantahan:.
-Bantahan Pertama.
Tidak benar bahwa pada zaman Rasulullah tidak ada 'badan hukum' sama sekali. Sejarah romawi,persia, dan yunani menunjukkan ribuan lembaga keuangan yang mendapat pengesahan dari pihak penguasa.
-Bantahan Kedua
Dalam tradisi hukum, peseroan atau badan hukum sering disebut sebagai juridical personality / syakhsiyah hukmiyah adalah sah dan dapat mewakili individu-individu secara keseluruhan.
-Bantahan ketiga
Dilihat dari sisi mudharat dan manfaat, perusahaan / lembaga dapat melakukan eksploitatif seperti halnya individu bahkan terdapan pandangan mudharat jauh lebih besar dari perseorangan.
PENUTUP
Kesimpulan
Terdapat berbagai bantahan terhadap alasan yang memperbolehkan bunga bank. Diantaranya, bunga tidak memberikan keadilan bagi peminjam sebab, si kreditor tidak melakukan apa-apa, sedangkan peminjam yang bekerja keras, meluangkan waktu,tenaga,kemampuan. selain itu peminjam dapat juga mendapatkan keuntungan-kerugian yang tidak sama. Pandangan yang lain juga dibantahkan bahwa terdapat sekedar kesimpulan dari sisi pendukung tesis. Mengenai imbalan sewa , sebenarnya usury (rent) dan interest belum menunjukan dua hal berbeda. Selain itu dalam kondisi apapun baik inflasi atau tidak nilai uang ketika utang terjadi-lah yang harus dibayarkan. Sisi keadilan seharusnya memandang bahwa Kreditor tidak akan meminjamkan uang yang akan dipakai untuk memenuhi kebutuhannya, ia hanya akan meminjamkan uang yang berlebih dari yang ia perlukan. Dengan demikian kreditor tidak menahan diri atas apapun. Selain itu, lamanya waktu tidak boleh dijadikan dasar memberian bunga karena hasil nyata dari optimasi waktu itu variabel lainnya. Pandangan mengenai bunga yang dilipat gandakan merupakan “ayat sapu jagat” untuk segala bentuk merupakan jenis riba karena setiap tambahan melebihi dan diatas pokok pinjaman sudah pasti riba, dan dengan demikian adalah haram. Selain itu pandangan yang membolehkan lembaga dibantahkan oleh pandangan bahwa perusahaan / lembaga dapat melakukan eksploitatif seperti halnya individu.
Dalam Perbankan Syariah kesempatan tidak akan hilang sama sekali. Seluruh skema pembiayaan Syariah misalnya Syirkah al inan, syirkah al mudharabah,bai'salam, bai istisna', IMBT,dll, merupkan struktur yang memberi peluang kepada kedua belah pihak untuk memetik keuntungan yang adil dan proporsional tanpa riba yang haram.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Saeed,PhD.Menyoal Bank Syariah.(Jakarta:Paramadina.2002)
Heri Sudarsono.Bank dan keuangan syariah.(Yogyakarta:Ekonisia.2008)
M.quraish shihab.Tafsir al-misbah Pesan kesan dan keserasian Al-Qur’an (Jakarta:Lentera Hati.2002)
Muhammad Syafi'i Antonio.Bank syariah dari teori ke praktek.(Depok:Gema Insani.2009)
"Hanya bunga yang berlipatganda saja yang dilarang,adapun suku bunga yang wajar dan tidak mendzalimi tidak diperkenankan"
Bantahan:
-Bantahan Pertama.
Pendapat bahwa bunga hanya dikategorikan riba bila sudah berlipat-ganda dan memberatkan. Sementara bila kecil dan wajar-wajar saja dibenarkan. Pendapat ini berasal dari pemahaman yang keliru atas surat Ali Imran ayat 130.َ “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian memakan riba dengan berlipat-ganda dan bertaqwalah kalian kepada Allah supaya kalian mendapat keberuntungan.”
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Tafsir al-misbah
Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menarik piutang yang kalian pinjamkan kecuali pokoknya saja. Jangan sampai kalian memungut bunga yang terus bertambah dari tahun ke tahun hingga berlipat ganda, dan takutlah kepada Allah. Juga, jangan mengambil atau memakan harta orang lain dengan jalan yang tidak dibenarkan. Karena kamu sekalian akan bisa berhasil dan beruntung hanya bila menjahui riba, banyak maupun sedikit. (1) (1) Pada ayat ini, riba diberi sifat 'berlipat-ganda', hingga membuat kita perlu untuk membicarakannya dari segi ekonomi. Ada dua macam riba: nasî'ah dan fadll. Yang pertama, riba al-nasî'ah, adalah yang secara tegas diharamkan oleh teks al-Qur'ân. Batasannya adalah suatu pinjaman yang mendatangkan keuntungan kepada si pemilik modal sebagai imbalan penundaan pembayaran. Sama saja apakah keuntungan itu banyak atau sedikit, berupa uang atau barang. Tidak seperti hukum positif yang membolehkan riba bila tidak lebih dari 6%, misalnya. Sedang riba al-fadll adalah suatu bentuk tukar-menukar dua barang sejenis yang tidak sama kwantitasnya. Contoh: penukaran 50 ton gandum dengan 50,5 ton gandum atas kesepakatan kedua belah pihak. Tetapi sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa riba yang pertama sajalah yang dengan tegas diharamkan oleh teks al-Qur'ân. Karena riba ini adalah laba ganda yang bila dimakan akan terwujud praktek memakan riba berlipat-lipat seperti yang tersebut dalam ayat, sesuatu hal yang tidak terjadi pada riba al-fadll, maka tidak diharamkan. Pengharamannya pun, menurut sebagian ulama ini, tidak langsung didasarkan pada hadis itu sendiri. Tetapi didasarkan pada kaidah sadd al-dzarâ'i' (mencegah suatu perbuatan yang bisa membawa kepada yang perbuatan haram). Hal itu karena praktek riba al-fadll bisa menggiring orang untuk melakukan riba al-nasî'ah yang telah jelas haram, walau terkadang masih dapat dibolehkan dalam keadaan darurat. Adapun dari sisi ekonomi, riba merupakan cara pengumpulan harta yang membahayakan karena riba merupakan cara penimbunan harta tanpa bekerja. Sebab harta dapat diperoleh hanya dengan memperjual-belikan uang, suatu benda yang pada dasarnya diciptakan untuk alat tukar-menukar dan pemberian nilai untuk suatu barang. Agama Yahudi pun mengharamkan praktik riba ini. Hanya saja, anehnya, pengharaman itu hanya belaku di kalangan mereka sendiri. Sedangkan praktik riba dengan orang lain dibolehkan. Tujuan mereka adalah untuk menyengsarakan orang lain dan untuk memegang kendali perekonomian dunia.
Sepintas, surat Ali Imran 130 ini memang hanya melarang riba yang berlipat-ganda. Namun pemahaman kembali ayat tersebut secara cermat, termasuk mengaitkannya dengan ayat-ayat riba lainnya. Secara komprehensif, serta pemahaman terhadap fase-fase pelarangan riba secara menyeluruh, akan sampai pada kesimpulan bahwa riba dalam segala bentuk dan jenisnya mutlak diharamkan.
Kriteria berlipat-ganda dalam ayat ini harus dipahami sebagai hal (حال) atau sifat dari riba, dan sama sekali bukan merupakan syarat. Syarat artinya kalau terjadi pelipat-gandaan, maka riba, jikalau kecil tidak riba.
Menanggapi hal ini, Dr. Abdullah Draz, dalam salah satu konfrensi fiqh Islami di Paris, tahun 1978, menegaskan kerapuhan asumsi syarat tersebut. Beliau menjelaskan secara linguistik (ضعف) arti “kelipatan”. Sesuatu berlipat minimal 2 kali lebih besar dari semula. Sementara (اضعاف) adalah bentuk jamak dari kelipatan tadi. Minimal jamak adalah 3. Dengan demikian (اضعافا) bararti 3×2=6 kali. Sementara (مضاعفا) dalam ayat adalah ta’kid (للتأكيد) untuk penguatan. Dengan demikian menurut beliau, kalau berlipat-ganda itu dijadikan syarat, maka sesuai dengan konsekuensi bahasa, minimum harus 6 kali atau bunga 600 %. Secara operasional dan nalar sehat angka itu mustahil terjadi dalam proses perbankan maupun simpan-pinjam.
Menanggapi pembahasan Q.S. Ali Imran ayat 130 ini, Syaikh Umar bin Abdul Aziz Al Matruk, menegaskan ;
“Adapun yang dimaksud dengan ayat 130 Surat Ali Imran, termasuk redaksi berlipat-ganda dan pengguna-annya sebagai dalil, sama sekali tidak bermakna bahwa riba harus sedemikian banyak. Ayat ini menegaskan tentang karakteristik riba secara umum bahwa ia mempunyai kecenderungan untuk berkembang dan berlipat sesuai dengan berjalannya waktu. Dengan demikian redaksi ini (berlipat-ganda) menjadi sifat umum dari riba dalam terminologi syara (Allah dan rasul-Nya).”
DR. Sami Hasan Hamoud menjelaskan bahwa, bangsa Arab di samping melakukan pinjam-meminjam dalam bentuk uang dan barang bergerak juga melakukannya dalam ternak. Mereka biasa meminjamkan ternak berumur 2 tahun (bint makhad) dan meminta kembalian berumur 3 tahun (bint labun). Kalau meminjamkan bint labun meminta kembalian haqqah (berumur 4 tahun). Kalau meminjamkan haqqah meminta kembalian jadzaah (berumur 5 tahun).
Kriteria tahun dan umur ternak terkadang loncat dan tidak harus berurutan tergantung kekuatan supply and demand (permintaan dan penawaran) di pasar. Dengan demikian, kriteria tahun bisa berlipat dari ternak berumur 1 ke 2, bahkan ke 3 tahun. .
-Bantahan Kedua
Istilah 'adl afan mudla'afatan (penggandaan dan pelipat-penggandaan) yang disebutkan dalam ayat tersebut hanyalah menjelaskan apa yang praktikkan oleh orang-oran arab, bukan berarti bahwa bunga yang dikenakan menjadi halal bila jumlahnya tidak dilipatgandakan. Selain itu, menurut pandangan yang lain ayat-ayat riba terakhir (2:275-278) telah secara jelas menyatakan setiap tambahan melebihi dan diatas pokok pinjaman sudah pasti riba, dan dengan demikian adalah haram. Hal ini berlaku bagi setiap bentuk bunga entah itu bunga bersuku rendah, berlipat, tetap maupun yang berubah-ubah.
-Bantahan Ketiga
Karena pendapat membolehkan riba/bunga kalo tidak berlipat ganda ini dibangun dari mafhum mukhalafah ayat 130 Ali ‘Imran. Maka argumen ini juga dapat dimentahkan dengan pandangan ushuluyyin yang telah sepakat bahwa qaid (keterangan) yang sudah ada faedahnya tidak ada mafhum mukhalafah-nya. Juga, mafhum mukhalafah dari ad’afan mudha’afatan bertentangan dengan mantuq ayat 278 Al-Baqarah. Dalam kaidah ushul fiqh dinyatakan bahwa apabila mafhum berlawanan dengan mantuq, maka yang dimenangkan adalah mantuq.
Perlu direnungi pula bahwa penggunaan kaidah mafhum mukhalafah dalam konteks Ali Imran 130 sangatlah menyimpang baik dari siyaqul kalam, konteks antar-ayat, kronologis penurunan wahyu, dan sabda-sabda Rasulullah seputar pembungaan uang serta praktek riba pada masa itu.
Di atas itu semua harus pula dipahami sekali lagi bahwa ayat 130 Surat Ali Imran diturunkan pada tahun ke 3 H. Ayat ini harus dipahami bersama ayat 278-279 dari surat Al Baqarah yang turun pada tahun ke 9 H. Para ulama menegaskan bahwa pada ayat terakhir tersebut merupakan “ayat sapu jagat” untuk segala bentuk, ukuran, kadar, dan jenis riba.
8. Dalil Agama
"Bank dan lembaga keuangan bukan bank sebagai lembaga hukum tidak termasuk teritorial hukum taklif''
Ada sebagian ulama' yang berpendapat bahwa ketika ayat riba turun dan disampaikan di jazirah arabia, belum ada bank atau lembaga keuangan, yang ada hanyalah individu-individu. Dengan demikian Bank Danamon, BCA, attau Bank Lippo tidak terkena pada saat nabi hidup belum ada.
Bantahan:.
-Bantahan Pertama.
Tidak benar bahwa pada zaman Rasulullah tidak ada 'badan hukum' sama sekali. Sejarah romawi,persia, dan yunani menunjukkan ribuan lembaga keuangan yang mendapat pengesahan dari pihak penguasa.
-Bantahan Kedua
Dalam tradisi hukum, peseroan atau badan hukum sering disebut sebagai juridical personality / syakhsiyah hukmiyah adalah sah dan dapat mewakili individu-individu secara keseluruhan.
-Bantahan ketiga
Dilihat dari sisi mudharat dan manfaat, perusahaan / lembaga dapat melakukan eksploitatif seperti halnya individu bahkan terdapan pandangan mudharat jauh lebih besar dari perseorangan.
PENUTUP
Kesimpulan
Terdapat berbagai bantahan terhadap alasan yang memperbolehkan bunga bank. Diantaranya, bunga tidak memberikan keadilan bagi peminjam sebab, si kreditor tidak melakukan apa-apa, sedangkan peminjam yang bekerja keras, meluangkan waktu,tenaga,kemampuan. selain itu peminjam dapat juga mendapatkan keuntungan-kerugian yang tidak sama. Pandangan yang lain juga dibantahkan bahwa terdapat sekedar kesimpulan dari sisi pendukung tesis. Mengenai imbalan sewa , sebenarnya usury (rent) dan interest belum menunjukan dua hal berbeda. Selain itu dalam kondisi apapun baik inflasi atau tidak nilai uang ketika utang terjadi-lah yang harus dibayarkan. Sisi keadilan seharusnya memandang bahwa Kreditor tidak akan meminjamkan uang yang akan dipakai untuk memenuhi kebutuhannya, ia hanya akan meminjamkan uang yang berlebih dari yang ia perlukan. Dengan demikian kreditor tidak menahan diri atas apapun. Selain itu, lamanya waktu tidak boleh dijadikan dasar memberian bunga karena hasil nyata dari optimasi waktu itu variabel lainnya. Pandangan mengenai bunga yang dilipat gandakan merupakan “ayat sapu jagat” untuk segala bentuk merupakan jenis riba karena setiap tambahan melebihi dan diatas pokok pinjaman sudah pasti riba, dan dengan demikian adalah haram. Selain itu pandangan yang membolehkan lembaga dibantahkan oleh pandangan bahwa perusahaan / lembaga dapat melakukan eksploitatif seperti halnya individu.
Dalam Perbankan Syariah kesempatan tidak akan hilang sama sekali. Seluruh skema pembiayaan Syariah misalnya Syirkah al inan, syirkah al mudharabah,bai'salam, bai istisna', IMBT,dll, merupkan struktur yang memberi peluang kepada kedua belah pihak untuk memetik keuntungan yang adil dan proporsional tanpa riba yang haram.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Saeed,PhD.Menyoal Bank Syariah.(Jakarta:Paramadina.2002)
Heri Sudarsono.Bank dan keuangan syariah.(Yogyakarta:Ekonisia.2008)
M.quraish shihab.Tafsir al-misbah Pesan kesan dan keserasian Al-Qur’an (Jakarta:Lentera Hati.2002)
Muhammad Syafi'i Antonio.Bank syariah dari teori ke praktek.(Depok:Gema Insani.2009)
Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.
ReplyDeleteNama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.
Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.
Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.
Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut