Skip to main content

Mengenal beliau sang pencetus Fiqh sosial


Mengenal Beliau Sang pencetus fiqh Sosial


Segala Puji bagi Allah SWT Dzat yang Maha sempurna Maha Pencipta dan Maha Penguasa segalanya, karenanya dengan RidloNya penulis dapat kesempatan untuk mempelajari lebih dalam mengenai sosok sang Kiai.
Dalam tulisan yang diberikan judul “Mengenal Beliau Sang pencetus Fisi”, Penulis berusaha memahami Biografi Beliau Sang sosok Kiai, dengan pemikiran beliaunya, serta mengenai Fisi (Fiqih Sosial) yang dicetuskannya.
Penulis berharap agar mahasiswa khususnya dan umumnya dari para pembaca dapat memberikan kritik dan saran untuk kesempurnaan tulisan ini.
        Penulis,

 A.   Latar Belakang
Sebuah kalimat sederhana yang secara eksplisit tertuang dalam pengantar buku Nuansa Fiqih Sosial yang berbunyi “Suatu pemikiran tidak pernah lahir dari ruang hampa. Ia muncul ke permukaan sebagai refleksi dari setting social yang melingkupinya”[1], memberikan pesan bahwa adanya sebuah pemikiran tidaklah datang begitu saja. Untuk mencetuskannya perlu adanya proses yang dilaluinya. Dalam menakar kapasitas seseorang lazim dilakukan dengan mengkaji apa yang sudah dilakukan dan apa yang tidak dilakukan.[2] Sebelum memahami pemikiran dari Kiai Sahal Mahfudh sang sosok pencetus FISI, akan lebih baik apabila mengetahui mengenai biografi beliau, bagaimana perjalanan pengelanaan ilmu, karir, dan dedikasinya.
          Hal ini berkaitan dengan pemikiran beliau yang muncul karena refleksi setting social atau kondisi social yang harus dilaluinya. Dalam penulisan makalah ini ditujukan agar mengetahui lebih mendalam mengenai Kiai Sahal Mahfudh sang Pencetus FISI (Fiqih Sosial).
    B. Biografi Kiai Sahal Mahfudh

Kiai Sahal Mahfudh adalah seorang tokoh ulama’ yang memiliki dedikasi tinggi bagi umat dalam merespon berbagai tantangan dan permasalahan yang ada. Melalui pemikiran, karakter, perjalanan yang dilalui, kontribusi beliau menjadikan beliau sosok sang pemimpin, inspirator, yang memiliki kapasitas keilmuan dan kepiawaian yang tinggi diberbagai aspek keilmuan. Dimana dengan kapasitas dan kepiawaiannya tersebut, beliau mengabdikannya kepada masyarakat demi kemaslahatan umat.
Berawal dan tak pernah lepas dari kehidupan pesantren sebagai setting social, Kiai Sahal membuktikan bahwa berkiprah secara social merupakan sebentuk ibadah yang wajib dilakukan oleh manusia untuk menjalankan fungsi kemanusiaannya.[3]
Kelahiran Sang Kiai
Kiai Sahal terlahir dengan nama lengkap Muhammad Ahmad Sahal bin Mahfudz bin Abdus Salam al- Hajaini. Ibunya bernama Hj.Badiah (w.1945) dan ayah bernama K.H. Mahfudh Abdus Salam (w.1944). Beliau lahir di Kajen, Margoyoso, Kabupaten Pati.[4]
Terdapat sedikit perbedaan mengenai tanggal lahir dari Kiai Sahal, yang didapat dalam biografi diberbagai buku yang mencantumkannya maupun dalam KTP/ dokumen resmi lainnya. Pada umumnya menyebutkan tanggal 17 Desember 1937, namun kurang lebih dua tahun sebelum beliau wafat ditemukan sebuah catatan lama milik ayahanda yang menerangkan tanggal lahir Kiai Sahal tanggal 16 Februari 1933, dimana data terakhir ini belum banyak dipublikasikan.[5] Dan agak berbeda pada buku yang berjudul “Kiai Sahal, Sebuah Biografi”, yakni dituliskan tanggal 15 Februari 1934.[6] Beliau wafat pada hari Jum’at, 24 Januari 2014, pukul 01.00 dini hari dikediamannya.[7]

Silsilah Kiai Sahal[8]                                                           
Merupakan anak ke-3 yang lahir  dengan ekonomi yang pas-pasan, menerapkan pola hidup yang sederhana “tidak neko-neko” serta terkenal sebagai orang yang wira’i, zuhud serta memiliki Kecerdasan Laduni. Sebagaimana yang dituturkan Hj.Nafisah sahal,”Pak Sahal itu orang yang sederhana dan teguh dalam pendiriannya. Jika sudah mempunyai keinginan, tidak ada yang bisa mempengaruhinya, bahkan saya sebagai istrinya sekalipun.”[9]
KH. Muadz Thohir juga menuturkan bahwa memang Kiai Sahal, terkenal sebagai sosok yang unik, memotret secara utuh sosok beliau sebenarnya sulit, apalagi menirunya.[10] Dijelaskan olehnya walaupun sebagai orang salaf, ternyata pandangannya jauh lebih modern, Dibilang kaku ternyata lebih moderat, dibilang otoriter ternyata jauh lebih demokratis. Misalkan saat muncul masalah yang bersifat syar’i atau adegan politik, beliau terkadang memilih diam seribu bahasa walaupun masyarakat telah rindu dan menunggu-nunggu fatwa yang dikeluarkan. Prinsipnya Kiai  Sahal selalu mampu menempatkan segala ucapan dan tindakan dalam pan papan (sesuai kondisi dan situasi). [11]
Dalam kumpulan makalah yang disusun beliau, dipaparkan pula pandangan Kiai Sahal mengenai keseimbangan, dimana perlu disadari pentingnya keseimbangan. Dengan keseimbangan orang akan mampu menguasai dirinya yang  pada gilirannya orang akan menempatkan dirinya pada posisi yang wajar dan mampu bertahan hidup  ditengah-tengah gelombang kemajuan dengan tenang dan tentram.[12] Dalam tulisannya, Kiai Sahal mengingatkan akan beberapa pertanyaan meliputi ‘Apa dan siapa saya ini?’,’Dimana dan kapan saya ini berada?’. Sebuah pertanyaan yang menggugah pada diri seseorang untuk selalu mengintropeksi diri.

C.    Pengelanaan untuk ilmu

Penggelanaan ilmu oleh Kiai Sahal mempertemukan beliau dengan berbagai macam disiplin ilmu dan guru, yang tak terlepas dari pengaruh kondisi masyarakat terhadap gagasan yang dilahirkan dan perjuangannya.
Dimulai dari Pendidikan dasar dan inspirasi oleh keluarga terdekat
Pada usia 6 tahun Kiai Sahal, memulai pendidikannya pada pendidikan formal di Perguruan Islam Mathaliul Falah, Madrasah pimpinan bapaknya sendiri.[13] Pada fase inilah melalui orang-orang terdekatnya, Kiai Sahal menyerap berbagai inspirasi yang mempengaruhi gagasannya. Diantaranya melalui sikap dan karakter Kiai Mahfudz ayahnya[14], dimulai dari sikap Kiai Mahfudz membangun komunikasi, relasi dengan pemerintah hindia belanda yang memberikan keuntungan terutama demi keberlangsungan lembaga pendidikan Perguruan Islam Mathaliul Falah. Selain itu juga memberi ruang untuk membuka pengetahuan dan berkomunikasi dengan luar. Keputusan tegas untuk angkat senjata melawan belanda ketika ‘peristiwa pegadaian’ setelah adanya inisiatif mengikutsertakan santri dalam menjaga tempat pegadaian yang notabennya sebagai roda perekonomian warga. Hal ini melahirkan pemikiran mengenai ekonomi kerakyatan bahwa kemaslahatan umat merupakan tujuan utama yang harus diperjuangkan, meski penuh dengan resiko.
Nyantri di Bendo
Selepas menyelesaikan pendidikannya di Perguran Islam Mathaliul Falah, beliau melanjutkan pendidikan ke pesantren Bendo, Pare,Kediri,Jawa Timur yang diasuh oleh Kiai Muhajir[15] Keputusan ini didasarkan dari Kebebasan yang diberikan Mbah Dullah, dimana beliau dibiarkan berpikir sendiri menentukan garis hidupnya, agar tanggungjawab terhadap pilihan yang dipilihnya. Hal ini membentuk pribadi yang kreatif, tanggung jawab,berani mengambil keputusandengan tepat, serta mampu memenuhi target yang dibuat.
Terdapat kisah-kisah yang dapat menginspirasi dari Kiai Sahal semasa belajar di Bendo, dintaranya[16] beliau selalu mempunyai target dalam belajar, disiplin muthalaah setiap malam, aktif dalam halaqah, gemar mengoleksi membaca buku-buku ilmiah ataupun majalah, membandingkan buku-buku, membuat komentar atau catatan –catatan kecil, memanfaatkan waktu untuk kursus di Pare untuk berbagai disiplin ilmu (seperti adminstrasi; politik; bahasa arab; dll), menghabiskan puasa ke pondok lain, tahan mental bila wesel dari Mbah dullah tak kunjung datang. Pada prinsipnya proses sangat mempengaruhi hasil yang dicapai, tidak ada ilmu laduni, yang ada terus belajar dan megkaji secara serius dan konsisten ‘kalau ingin laduni ya setiap waktu harus belajar, membaca-membaca,dan membaca, yang membedakan satu dengan yang lain adalah pada lamanya seseorang dalam bermuthala’ah.
Nyantri di Sarang dan meneruskan berguru pada Syekh Yassin, Makkah
Seusai di Kediri beliau memutuskan melanjutkan nyantri kepada Kyai Zubair, Sarang. Kiai Zubair dikenal ulama’ alim dibidang ushul fiqh yang menjadi sosok yang mempengaruhi corak fikir Kiai Sahal.[17] Kiai Sahal hanya mengaji pada Kiai Zubair, dimana jadwalnya sangat tergantung pada ketersediaan waktu Kiai Zubai[18] dan disinilah beliau mengisi kekosongan waktunya dengan menulis. Terlihat disetiap langkah Kiai sahal membuktikan bahwa seorang murid yang thalabul ilmi harus menghormati, memulyakan, mematuhi perintah dan nasehat kiai. Setelah boyong Kiai Sahal mulai meritis kembali menghidupkan pondok peninggalan ayahandanya. Dan beberapa waktu kemudian mengunjungi Makkah al- Mukarramah untuk menunaikan haji. Dalam kesempatan ini, Kiai sahal menggunakannya untuk berguru kepada Syekh yasin bin isa al-fadani, ulama’ makkah yag dikenal ahli hadist (Muhaddist).[19]
Dari pengelanaan ilmu ini, harus diakui bahwa kekhasan corak pikir Kiai Sahal dipengaruhi oleh guru-gurunya. Beliau memulai dari menyelesaikan pendidikan dasar kemudian meutuskan mengaji pada ulama’ ahli tasawwuf, baru mempelajari ushul fiqh, dan ulama’ ahli hadist. Hal ini membuat cara ber-fiqh Kiai Sahal dipenuhi dengan kehalusan budi dan kasih sayang terhadap sesame manusia.[20] Keikhalasan dan semangat sebagai thalabul ilmi tercermin dalam maqalah “alhikmah dhallatul mu’minin annama wajadah akhadazaha atau Unzhur ma qala wala tanzhur man qala” dimana memiliki arti bahwa hikmah adalah harta yang hilang dari orang mukmin, maka jika ia menemukannya maka ambillah tidak peduli dari mana datangnya, dan lihatlah apa yang diucapkannya dan jangan melihat siapa yang mengucapkannya.[21]Kedalaman ilmu dan keluasan wawasan pemikiran beliau tidak dapat diragukan kembali. Ada jargon yang popular dikalangan santri yakni “al- muhafadhah ‘ala al-qadim al-shalih wa al-akhdu bi al jadid al-ashlah” yang memiliki arti jaga dan lestarikanlah yang lama yang masih baik dan layak dan ambillah yang baru yang lebih baik dan layak.[22] Dan kaidah “khudz ma shafa wada’ ma kadar” yang artinya ambil apa yang bersih dan tinggalkan yang kotor.[23]

D.   Mengukir Karir dan Menggoreskan Dedikasi
Terdapat Hal unik dari perspektif lain yang disampaikan oleh Bapak Wakhrodi[24], ia memandang Kiai Sahal pada perspektif dimana boleh jadi apa yang tidak dilakukan Kiai Sahal mendapat perhatian lebih sebagaimana masyarakat memperhatikan apa yang dilakukannya. Sebagaimana pepatah ‘sepi ing pamrih, rame ing gawe’ dimana diterapkan Kiai Sahal melalui aktif dalam rapat/majelis pengambilan kebijakan, namun diluarnya beliau lebih suka diam. Seusai mengikuti majelis, beliau lebih suka lewat pintu belakang yang jauh dari gemerlap media. Dalam sebuah wawancara oleh Saiful Umam,[25] beliau mengatakan alasan mengapa menhindari awak media bahwa …kalau saya sendiri yang mengatakan pada wartawan, kemudian saya salah, siapa yang menegur? Siapa yang meluruskan?...dari statement beliau tentu memberi gambaran bahwa beliau mempunyai privilege untuk berbicara atas nama organisasi didepan umum, menghindarkan personalisasi NU maupun MUI terhadap dirinya, disamping itu juga sebagai prinsip kehati-hatian dalam istimbath (pengambilan keputusan). Pada prinsip beliau menolak mafsadah lebih baik dari mendapat kebaikan.

Mulai mengukir di organisasi
Kiai sahal tidak hanya seorang pemikir juga seorang aktivis yang berjuang untuk mengubah realita. Dalam mengukir karir melalui NU, dimulai sebagai Ketua Koordinator Ma’arif NU kecamatan Margoyoso,Wakil ketua Ma’arif cabang, berlanjut ke jabatan-jabatan lain[26] hingga Rais ‘Aam PBNU(1999-2004)  Kiai Sahal sering memberikan kritikan keras dan tajam pada PBNU dimana kritikan tersebut justru memberikannya tanggung jawab yang lebih besar yakni sebagai Katib ‘Aam, beliau juga selalu menekankan pentingnya konsistensi dan taat asas pada para pemimpin NU disemua tingkatan, beliau membagi politik menjadi politik tingkat tinggi (siyasah ‘aliyah samilah/ politik kebangsan/ pilitik kerakyatan/etika berpolitik). Dimana NU tidak boleh terlibat pada politik kekuasaan, tetapi wajib berperan dalam mempertahankan keutuhan NKRI, membela rakyat, dan memberikan pencerahan.[27]  
         Tanggung jawab lebih , dipegang Kiai Sahal ketika menjadi Ketua MUI Pati(1980), bahkan Ketua MUI Tingkat 1 Jateng(1990), Dan meningkat lagi menjadi Ketua Umum MUI PUSAT (2000). Sedangkan karir akademisnya[28], beliau pernah menjadi dosen di fakultas takhassus fiqh (kajen 1966-1970), di fakultas Tarbiyah UNCOK Pati(1975-1976),di fakults Syariah IAIN Walisongo(1989), sebagai rector di INISNU, juga sebagai pendiri IPMAFA(yang dahulu STAIMAFA).
         Dalam memimpin Kiai sahal menggunakan metode pendelegasian (pembagian tugas)[29] dimana syaratnya tidak boleh ada yang otoriter, beliau mempercayakan seseorang sebagai jubir berkaitan masalah yang harus disosialisasikan ke public. Sehngga masih ada reserve, jika ketua salah maka dapat diperbaiki, bila langsung ketua yang menyampaikan , kalau salah organisasi juga ikut salah.

Karya Sang Kiai
Adapun karya terbesar dari Kiai Sahal diantaranya kitab Thariqah al-husul ala Ghayah Al-Wushul,sebuah karya yang disusun berdasarkan bahasa arab, yang memberikan semacam komentar atas kitab Ushul fikih karya Syeh Al-IslamAbu yahya Zakariyya Al-Ansori Al-Syafii.[30] Selain itu, beliau juga menulis sudah lebih dari 10 kitab , diantaranya[31] ada  Al-Bayan Al-Mulamma’ ala alfadz al Luma’ (yang merupakan syarah dari nadzam al-Luma’ karya Abi Isha’ al syirazi[32]), an-Tsamanatul Hajayniyah (selesai ditulis 26 september 1961 sebagai karya orisinil dari beliau), al-Fawa’idun najibah (selesai ditulis 18 oktober 1962 merupakan syarah dari karya orisinilnya), Intifakhul Wadjayn ‘inda Munadharat Ulama’I Hajayn fi r’yatil mabi’ bi-Zujajil ‘aynayn (karya orisinil selesai ditulis pada 1 februari 1962), dll. Karya-karya beliau menunjukkan perhatian beliau terhadap problematika umat.

Pemberdayaan Umat oleh Kiai Sahal
Keterbelakangan Masyarakat kajen mendorong Kiai Sahal aktualisasi dan konstekstualisasi doktrin fiqh. Hal tersebut terlihat dalam sentuhan tangan dingin beliau dengan berdirinya RSI, BPR Artha Huda, STAIMAFA, Panti Asuhan Yatim Darul Hadhanah, BPPM (Biro Pengembangan Pesantren dan masyarakat) dan lain sebagainya.[33] Kehidupan tidak akan terlepas dari Kompleksitas permasalahan kehidupan.  Kiai Sahal memaparkan[34] bahwa “Ekonomi islam sebagai ekonomi yang harus didasari oleh motivasi beribadah untuk meningkatkan kualitas hidup umat manusia dunia dan akhirat. Dengan kemampuan ekonomi manusia dituntut memiliki solidaritas yang tinggi. Mungkinkah itu dilakukan?Tentu saja mungkin, selalu ada harapan sepanjang masih mempunyai keberanian dan keinginan atau setidaknya mau diarahkan pada pola perekonomian itu.” Pembinaan mental dibutuhkan untuk membangun ekonomi.  Manusia sebagai subyek ekonomi yang dituntut islam untuk ikhtiyar sesuai dengan kadar potensinya. Manusia produktif secara definitifnya adalah sekelompok enterpreuner yang memiliki kepekaan pada kebutuhan lingkungan sekelilingnya, menguasai informasi dan dinamika serta kreativitas yang tinggi, sehingga mampu menciptakan bukan hanya mencari lapangan pekerjaan dan menumbuhkan wawasan yang luas.
Pemaparan Kiai Sahal sejalan dengan aksi nyata beliau yang mengembangkan prinsip kerja partisipatif dengan dakwah bil hal[35] menekanan tumbuhnya kesadaran, perubahan sikap, yang dimulai dengan mengembangkan usaha –usaha kecil yang memiliki potensi sesuai kemampuan dan ketrampilan masyarakat.
Dalam hal pendidikan Kiai Sahal menyampaikan bahwa[36] Pendidikan pesantren dituntut untuk selalu berupaya menyempurnakan potensi psikologis dan intelektual yang telah dianugrahkan Allah kepada pendekatan kontekstualisasi ajaran islam dan nilai-nilai pesantren, bukannya membentuk pola yang pendidikan yang bersifat doctrinal yang kaku. Kesemuanya diarahkan agar para santri kemudian menjadi manusia penerus kehidupan dapat mengkontekstualisasikan sehingga menjadi bermanfaat, sebagai manifestasi nyata dari konsep memanusiakan manusia.
Dakwah dan pemberdayaan merupakan dua hal teritegrasi[37], dimana dakwah tidak hanya terbatas pada penyampaian materi tetapi juga berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat. Selain itu disini tidak hanya mengkontekskan dengan peningkatan taraf ekonomi tetapi juga berkesinambungan dengan peningkatan kualitas ibadah seseorang.

E.   Pencetusan Fiqih Sosial

Kesempitan yang dapat diperlonggar
Fiqh merupakan usaha manusia untuk menafsirkan penerapan dari syariah,[38] dimana memiliki  keluwesan yang mengedepankan kemudahan dengan memberi ruang bagi kemungkinan-kemungkinan jawaban/ atau solusi, dimana kaedah ushulnya ‘al-amru idza dhaqa ittasa’a’ yang bermakna’sesuatu masalah jika sempit maka menjadi luas’. Bahkan ditegaskan dalam Al-Qur’an Q.S. Al-maidah ayat 6, “"مايريد الله ليجعل عليكم من حرج

Yang artinya “Allah tidak ingin menjadikan kalian susah”, dalam hadist يسروا ولا تعسروا ولا تنفروا"” yang artinya “Mudahkan jangan persulit, gembirakan jangan membuat orang lari”.

Hal ini sejalan dengan pendapat Kiai Sahal[39], dimana fiqh merupakan hasil ijtihad yang tak bersifat kaku dan sacral, melainkan lentur dan kontekstual. Bahkan ada kata yang kutipnya dari K.H. Wahab Hasbullah, “ fiqih kuwi yen rupek yo diokoh-okoh, fiqh itu bila terasa sempit ya dibuat longgar”.

Namun pada perkembangannya, Muhammad Faeshol Muzammil memaparkan bahwa wacana fiqh social muncul pada era 80-an sebagai respon ulama’ulama’ baru yang sudah akrab dengan pemikiran-pemikiran modern atas mandegnya fiqh, yang sering digunakan dalam forum bahstul masail yang telah mandeg[40] memiliki ciri, 1. Sibuk dengan masalah-masalah ubudiyah individual, 2. Jawaban-jawaban fiqh atas problem dirasa kurang memmuaskan karena yang dihadirkan hanya sekedar copy paste jawaban ulam’masa lalu tanpa melihat konteks telah berubah, 3. Fiqh dihadirkan selalu hitam putih yang tidak sebaga bagian dari proses penyelesaian problem-problem sosal, 4.banyak masalah yang dibahas belum baca/ditemukan jawabannya/Mauquf.

Paradigma ber-fiqh dan pengaruh yang melahirkan gagasannya
Kiai Sahal merasakan kegelisahan memikirkan kebenaran ilmu pengetahuan dan kondisi riil masyarakat karena banyaknya ketimpangan social[41], dimana fiqh dirasa kurang mampu menjawab problem kemiskinan, kemunduran, dan keterbelakangan, karena terjebak dengan tekstualitas, formalitas,dan simbolitas. Hal ini menjadi lahirlah gagasan Kiai sahal atas kegelisahan atas ketimpangan tersebut untuk merealisasikan kemaslahatan public, atau dapat dikatakan bagaimana agar kesejahteraan masyarakat bisa tercapai baik kualitas dan kuantitas.[42] Dimana gagasan tersebut didasarkan pada lima hal yakni: agama, jiwa,harta,keturunan,dan akal. Kelima hal tersebut disebut al-dharuriyat al-khams[43], yang bermakna bahaya hanya dapat ditempuh jika berkenaan dengan lima hal kehidupan mendasar.

Paradigma berFiqh baru memiliki lima ciri, diantaranya[44] selalu diupayakan Interpretasi ulang teks-teks fiqh untuk mencari konteksnya yang baru, perubahan pola bermazhab qauli (tekstual) ke mazhab manhaji (kontekstual), Verifikasi mendasar mana ajaran yang pokok(ushul) dan mana yang cabang(furu’), fiqih dihadirkan sebagai etika social bukan hokum positif negara, pengenalan metodologis pemikiran filosofis terutama dalam masalah budaya dan social.

Menurut Muhyar Fanani dalam tulisannya disebutkan, bila membaca ide Kiai sahal tentang fiqih social sangat terasa pengaruh pemikiran Abu Ishaq asy-Syaibi (w.1388) pada beliau. Sebagaimana kiai Sahal, as-Syatibi berpendapat fiqh yang ada pada zamannya terlalu lamban dalam merespon permasalahan, dimana sebab utama tidak responsifnya fiqh, bukan karena ketatnya fatwa hokum, tetapi pada jiwa spirit syariah pada fiqh.[45]

“Pada prinsipnya tujuan syariat Islam yang dijabarkan secara terinci oleh para ulama dalam ajaran fiqh (fiqh social ialah penataan hal ikhwal manusia dalam kehidupan duniawi dan ukhrawi, kehidupan individual,bermasyarakat, dan bernegara…Unsur-unsur kesejahteraan dalam kehidupan duniawi dan ukhrawi, bersifat saling mempengaruhi, Apabila hal itu dikaitkan denga Syariat islam yang dijabarkan fiqh sosil denga bertitik tolak dari lima prinsip dalam maqasidus asy-syariah, maka syariat islam memiliki saran yang mendasar yakni kesejahteraan lahir batin bagi setiap manusia. “[46]Merupakan paparan dari Kiai Sahal dalam salah satu bukunya ‘Nuansa Fiqh Sosial’.

Kitab al-Muwafaqaf karya asy-Syathibi dari andalus dianggap memberi angin segar yang memberi ruang pada para pembaharu fiqh. Diantaranya pemecahan persoalan-persoalan kebekuan hokum Islam.[47] Dimana terdapat penjelasan mengenai empat bentuk peran akal yaitu Sematik (kaidah tata bahasa Arab, dimana makna eksplisit nash dipelajari secara mandala.), Silogisme (menemukan kebenaran dengan menyimpulkan 2 premis), Induksi/ al-istiqra’ (penelitian terhadap makna ayat-ayat yang setema untuk menangkap idesentralnya, Maqashidus-syariah (upaya pencapaian mengungkap maksud Syari’/Allah).[48] Penalaran fiqh sosial Kiai Sahal, sebagaimana asy-syathibi, berpijak pada epistimologi rasional empiris/ induktif dalam menelorkan hokum dari nash dan fenomena social / kealamaan.[49]

Mashlahah yang coba Kiai Sahal kembangkan adalah mashlahah sebagaimana dikemukaan oleh Najmuddi al-Thufi (w.716 h) yaitu sesuatu yang medatangkan kebaikan dan manfaat, yakni kemanfaatan yang menjadi kebutuhan manusia dan didasarkan pada ukuran urf dan akal, yang mengantarkan pada maksud syara’ baik dalam bidang ibadah maupun adat. Adapun dalam mencapai maslahah, Kiai Sahal dalam pemikiran fiqhnya selalu mengacu pada konteks social dan historis. Pada konteks social diupayakan selalu bersama dan dinamis dan selalu mengacu pada aktualisasi persoalan yang sedang dihadapi oleh umat, sedang pada konteks historis yaitu dengan mengkuti pola Madzhab, Kiai Sahal mengukuhkan mashlahah yang profane tetap sebagai sesuatu yang transenden dengan nash sebagai dasarnya.[50] Beliau menggunakan pendekatan maslahah sebagai pertimbangan terdepan dalam proses pengambilan keputusan.

Fiqh dalam kitab kuning pada mulanya merupakan kodifikasi yang mempermudah penyebaran agama islam.[51] Namun tantangannya kini, banyak yang tidak bisa memahaminya. Seharusnya perlu disadari bahwa takkan mampu memahami kontekstual apabila sebelumnya tidak bisa memahami tektual. Kitab kunig sejatinya merupakan khasanah keilmun islam yang luar biasa karena yang tekandung didalamnya tidak hanya fiqh semata, namun juga disiplin ilmu lain seperti ushul fiqh,sastra arab, balangah,mantiq, tasawuf,dan aqidah akhlaq. Hal ini digambarkan dalam ciri fiqh social Kiai sahal yakni selalu diupayakan Interpretasi ulang teks-teks fiqh untuk mencari konteksnya yang baru.

Pada Fiqh Sosial yang digagas kiai sahal memiliki kaitan dengan fitur-fitur pengembangan al-maqasid oleh Jasser auda, salah satu diantaranya pengenalan metodologi pemikiran filosofis terutama dalam masalah budya dan social[52], yang memiliki keterbukaan kajian fiqh untuk terintegrasi dengan disiplin ilmu lainnya seperti ilmu schience, humaniora,dll. Sehingga penting untuk membuka pemikiran agar tidak fanatic pada satu kajian ilmu saja.

Fiqh Sosial Kiai Sahal merupakan sebuah langkah meyelesaikan berbagai problematika social kemasyarakatan yang actual dan factual, demi mewujudkan kemaslahatan umum bagi seluruh umat manusia.[53]
F. Kesimpulan

Kiai Sahal Mahfudh adalah seorang tokoh ulama’ yang memiliki dedikasi tinggi bagi umat dalam merespon berbagai tantangan dan permasalahan yang ada. Penggelanaan ilmu oleh Kiai Sahal mempertemukan beliau dengan berbagai macam disiplin ilmu dan guru, yakni dimulai dari pendidikn dasar yang dimiliki ayahnya, nyantri ke bendo, nyantri kesarang, serta berguru pada Syakh Yasin. Selain itu juga gagasan yang dilahirkan tak terlepas dari pengaruh kondisi masyarakat. Banyak sekali Karya-karya beliau yang menunjukkan perhatian beliau terhadap problematika umat. Adapun mengenai Fiqh Sosial yang dicetuskannya memiliki lima ciri, diantaranya selalu diupayakan Interpretasi ulang teks-teks fiqh untuk mencari konteksnya yang baru, perubahan pola bermazhab qauli (tekstual) ke mazhab manhaji (kontekstual), Verifikasi mendasar mana ajaran yang pokok(ushul) dan mana yang cabang(furu’), fiqih dihadirkan sebagai etika social bukan hokum positif negara, pengenalan metodologis pemikiran filosofis terutama dalam masalah budaya dan social. Pemikirannya merupakan sebuah langkah meyelesaikan berbagai problematika social kemasyarakatan yang actual dan factual, demi mewujudkan kemaslahatan umum bagi seluruh umat manusia.










DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Dimyati,dkk.Rekonstruksi Metodologi Fatwa Perbankan syaiah.(Pati:The Center Of Sharia Banking Fatwa (CSIF),Cet.1,2015))

Dr. Sofyan A.P.K.,M.Ag,Fiqih Alternatif,(Yogyakarta:Mitra Pustaka,Cet 1,2013)

Dr.jamal ma’mur asmani,M.A.mengembangkan Fiqh Sosial Elaborasi Lima Ciri Utama.(Jakarta:PT.Elex Media Komputindo.2015)

Jamal Ma’mur Asmani, Fiqh Sosial Kiai Sahal, Antara Konsep dan Implementasi,(Surabaya: Khalista,Cet.I,2007)

Jamal Ma’mur, M.A.Mempersiapkan Ihsan Sholih-akrom,(Jateng:PIM,2012)

KH.MA.Sahal Mahfudh.Nuansa Fiqih Sosial,(Yogyakarta:LKiS,Cet.IV,2004)

Kumpulan makalah Kyai Sahal. Direktur Perguruan Islam mathaliul Falah Pengasuh Pesantren Maslakul Huda, yang disampaikan beliau pada 22 feb 1982, Kajen.

M.Amin Abdullah,dkk.Metodologi Fiqh Sosial dari Qauli menuju Manhaji,(Pati:Fiqh Sosial Institute STAIMAFA,Cet.1,2015)

Muhammad Labib,dkk.Santri ngaji Fiqh Sosial.(Pati:Pusat FISI,Cet.1,2017)

Mujib Rahman dkk. Kiai Sahal, Sebuah Biografi,(Jakarta: KMF Jakarta,Cet.I,2012)

Sahal Mahfudh.Respon terhadap problematika Umat dalam bingkai fiqih social.(Pati:Pusat FISI,Cet.1,2017)

Umdah el Baroroh dan Tutik Nurul Janah.FIQH SOSIAL : MASA DEPAN FIQH INDONESIA,(Pati:PUSAT FISI IPMAFA,Cet.I,2016)

Umdatul Baroroh,dkk,Epistimologi fiqh social,konsep hokum islam dan pemberdayaan masyaraka,(Pati:Fiqh social Institut,2014)





[1] KH.MA.Sahal Mahfudh.Nuansa Fiqih Sosial,(Yogyakarta:LKiS,Cet.IV,2004),hlm xxiii.
[2] M.Imam Aziz,dkk.Belajar dari Kiai Sahal,(Jawa Tengah: PPKMF,Cet.1,2014),hlm.46.Statement yang disampaikan oleh Bapak wakhodi,santri senior Kiai Sahal.
[3] Umdah el Baroroh dan Tutik Nurul Janah.FIQH SOSIAL : MASA DEPAN FIQH INDONESIA,(Pati:PUSAT FISI IPMAFA,Cet.I,2016),hlm. 35.
[4] Jamal Ma’mur, M.A.Mempersiapkan Ihsan Sholih-akrom,(Jateng:PIM,2012),hlm.111.
[5] Ibid,hlm.3. Perbedaan tanggal lahir ini menyebabkan adanya perbedaan keterangan mengenai urutan waktu/ usia beliau ditinggal oleh ayah dan ketika beliau nyantri di Kediri.
[6] Mujib Rahman dkk. Kiai Sahal, Sebuah Biografi,(Jakarta: KMF Jakarta,Cet.I,2012),hlm 11.
[7] Umdah el Baroroh dan Tutik Nurul Janah.FIQH SOSIAL : MASA DEPAN FIQH INDONESIA,(Pati:PUSAT FISI IPMAFA,Cet.I,2016),hlm. 4.
[8] Jamal Ma’mur, M.A.Mempersiapkan Ihsan Sholih-akrom,(Jateng:PIM,2012),hlm.111. Dijelaskan dalam bentuk narasi dalam bukunya, namun penulis mencoba diubah sebagai bagan untuk mempermudah.
[9] M.Imam Aziz,dkk.Belajar dari Kiai Sahal,(Jawa Tengah: PPKMF,Cet.1,2014),hlm.3
[10] Jamal Ma’mur Asmani, Fiqh Sosial Kiai Sahal, Antara Konsep dan Implementasi,(Surabaya: Khalista,Cet.I,2007),hlm.xvii.
[11] Ibid.hlm.xviii.
[12] Kumpulan makalah Kyai Sahal. Direktur Perguruan Islam mathaliul Falah Pengasuh Pesantren Maslakul Huda, yang disampaikan beliau pada 22 feb 1982, Kajen.
[13] Jamal Ma’mur Asmani, Fiqh Sosial Kiai Sahal, Antara Konsep dan Implementasi,(Surabaya: Khalista,Cet.I,2007),hlm.12
[14][14] Umdah el Baroroh dan Tutik Nurul Janah.FIQH SOSIAL : MASA DEPAN FIQH INDONESIA,(Pati:PUSAT FISI IPMAFA,Cet.I,2016),hlm. 7-13
[15] Umdah el Baroroh dan Tutik Nurul Janah.FIQH SOSIAL : MASA DEPAN FIQH INDONESIA,(Pati:PUSAT FISI IPMAFA,Cet.I,2016),hlm. 14
[16] Jamal Ma’mur Asmani, Fiqh Sosial Kiai Sahal, Antara Konsep dan Implementasi,(Surabaya: Khalista,Cet.I,2007),hlm.13-17.
[17] Umdah el Baroroh dan Tutik Nurul Janah.FIQH SOSIAL : MASA DEPAN FIQH INDONESIA,(Pati:PUSAT FISI IPMAFA,Cet.I,2016),hlm. 18
[18] Mujib Rahman dkk. Kiai Sahal, Sebuah Biografi,(Jakarta: KMF Jakarta,Cet.I,2012),hlm 171
[19] Jamal Ma’mur Asmani, Fiqh Sosial Kiai Sahal, Antara Konsep dan Implementasi,(Surabaya: Khalista,Cet.I,2007),hlm.19
[20] Umdah el Baroroh dan Tutik Nurul Janah.FIQH SOSIAL : MASA DEPAN FIQH INDONESIA,(Pati:PUSAT FISI IPMAFA,Cet.I,2016),hlm. 19
[21] Jamal Ma’mur Asmani, Fiqh Sosial Kiai Sahal, Antara Konsep dan Implementasi,(Surabaya: Khalista,Cet.I,2007),hlm.24
[22] M.Imam Aziz,dkk.Belajar dari Kiai Sahal,(Jawa Tengah: PPKMF,Cet.1,2014),hlm.25
[23] Dr.jamal ma’mur asmani,M.A.mengembangkan Fiqh Sosial Elaborasi Lima Ciri Utama.(Jakarta:PT.Elex Media Komputindo.2015).hlm.20
[24] M.Imam Aziz,dkk.Belajar dari Kiai Sahal,(Jawa Tengah: PPKMF,Cet.1,2014),hlm.46-48
[25] M.Imam Aziz,dkk.Belajar dari Kiai Sahal,(Jawa Tengah: PPKMF,Cet.1,2014),hlm.158-159, (dapat dibaca lebih lanjut)
[26] Jamal Ma’mur Asmani, Fiqh Sosial Kiai Sahal, Antara Konsep dan Implementasi,(Surabaya: Khalista,Cet.I,2007),hlm.38-39(dapat dibaca lebih lanjut, untuk detailnya)
[27] M.Imam Aziz,dkk.Belajar dari Kiai Sahal,(Jawa Tengah: PPKMF,Cet.1,2014),hlm.29
[28] Ibid.hlm.39
[29] Jamal Ma’mur Asmani, Fiqh Sosial Kiai Sahal, Antara Konsep dan Implementasi,(Surabaya: Khalista,Cet.I,2007),hlm.40
[30] M.Imam Aziz,dkk.Belajar dari Kiai Sahal,(Jawa Tengah: PPKMF,Cet.1,2014).hlm.24-25
[31] Mujib Rahman dkk. Kiai Sahal, Sebuah Biografi,(Jakarta: KMF Jakarta,Cet.I,2012),hlm 176-180
[32] Umdatul Baroroh,dkk,Epistimologi fiqh social,konsep hokum islam dan pemberdayaan masyaraka,(Pati:Fiqh social Institut,2014).hlm.3
[33] Ibid.hlm.21-22
[34] Kumpulan makalah Kyai Sahal. Direktur Perguruan Islam mathaliul Falah Pengasuh Pesantren Maslakul Huda, yang disampaikan beliau pada Seminar ilmiah ekonomi islam dan kemungkinan  penerapannya 22 feb2004.
[35] Mujib Rahman dkk. Kiai Sahal, Sebuah Biografi,(Jakarta: KMF Jakarta,Cet.I,2012),hlm 121
[36] Ibid. Disampaikan  pada Kajen 15 feb 2005
[37] Muhammad Labib,dkk.Santri ngaji Fiqh Sosial.(Pati:Pusat FISI,Cet.1,2017)hlm.32
[38] Dr. Sofyan A.P.K.,M.Ag,Fiqih Alternatif,(Yogyakarta:Mitra Pustaka,Cet 1,2013),hlm.12
[39] M.Imam Aziz,dkk.Belajar dari Kiai Sahal,(Jawa Tengah: PPKMF,Cet.1,2014),hlm.211
[40] Ibid.hlm.209-210
[41] Ibd.hlm 247
[42] Dr.jamal ma’mur asmani,M.A.mengembangkan Fiqh Sosial Elaborasi Lima Ciri Utama.(Jakarta:PT.Elex Media Komputindo.2015)hlm.xi
[43] Dr. Sofyan A.P.K.,M.Ag,Fiqih Alternatif,(Yogyakarta:Mitra Pustaka,Cet 1,2013),hlm.22g
[44] KH.MA.Sahal Mahfudh.Nuansa Fiqih Sosial,(Yogyakarta:LKiS,Cet.IV,2004),hlm.vii
[45] M.Amin Abdullah,dkk.Metodologi Fiqh Sosial dari Qauli menuju Manhaji,(Pati:Fiqh Sosial Institute STAIMAFA,Cet.1,2015),hlm.43.
[46] KH.MA.Sahal Mahfudh.Nuansa Fiqih Sosial,(Yogyakarta:LKiS,Cet.IV,2004),hlm.xxvi-xxxiii
[47] M.Amin Abdullah,dkk.Metodologi Fiqh Sosial dari Qauli menuju Manhaji,(Pati:Fiqh Sosial Institute STAIMAFA,Cet.1,2015),hlm.45
[48] Ibid.hlm.47-50
[49] Ibid.hlm.60
[50] Ahmad Dimyati,dkk.Rekonstruksi Metodologi Fatwa Perbankan syaiah.(Pati:The Center Of Sharia Banking Fatwa (CSIF),Cet.1,2015)),hlm.196-199
[51] Muhammad Labib,dkk.Santri ngaji Fiqh Sosial.(Pati:Pusat FISI,Cet.1,2017)hlm.2-3
[52]Muhammad Labib,dkk.Santri ngaji Fiqh Sosial.(Pati:Pusat FISI,Cet.1,2017)hlm.144
[53] Sahal Mahfudh.Respon terhadap problematika Umat dalam bingkai fiqih social.(Pati:Pusat FISI,Cet.1,2017).hlm.6

Comments

Popular posts from this blog

Mengenali Ayat dan Hadist tentang Kewirausahaan

PENDAHULUAN A.LATAR BELAKANG Entrepreneur memang bisa merupakan bakat, namun bisa dibentuk. Yang pasti, semua bukan tidak bisa menjadi entrepreneur yang sukses. Banyak cerita tentang orang yang mempunyai mitos yang salah tentang entrepreneurship. Mitos yang salah akan menciptakan rasa takut yang menjadi penghalang utama seseorang untuk memutuskan memulai usaha. Sukses merupakan proses yang bergulir. Meskipun demikian, Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum atau kelompok atau individu, kecuali kaum atau kelompok atau individu itu berusaha mengubahnya. Kita berusaha yang terbaik, sabar dan mengikuti jalan yang benar yang dilandasi iman kepada Allah. Insya Allah kita akan menjadi entrepreneur yang berhasil, baik di dunia mapun di akhirat.  Untuk itu, disini penulis akan membahas lebih mendalam mengenai karakteristik dan tinjauannya dalam Al-Qur’an dan Hadist. B. RUMUSAN MASALAH 1.Apa definisi dari wirausaha? 2.Bagaimana karakteristik dan tinjauannya dari ayat & hadist u...

Ayat Hadist Ekonomi "Mudharabah"

MAKALAH ‘’MUDHARABAH” Makalah ini di susun guna untuk memenuhi tugas Mata Kuliah: Ayat dan Hadist Ekonomi Dosen Pengampu: Dr. Jamal Ma’mur,MA Image Disusun Oleh: 1. Nurul Istianah       (16.21.00246) 2. Umi Latifah          (16.21.00189) 3. M. Ali Syukron     (16.21.00014) 4. Laila Atmim N      (16.21.00156) FAKULTAS SYARI’AH PROGAM STUDI PERBANKAN SYARIAH INSTITUT PESANTREN MATHALI’UL FALAH TAHUN AKADEMIK 2017/2018 MUDHARABAH A. Latar Belakang Akad mudharabah merupakan salah satu produk pembiayaan yang disalurkan oleh perbankan syari’ah. Seperti yang disebutkan dalam Undang-Undang No 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syari’ah (selanjutnya disebut UUPS). Pasal 19 UUPS menyebutkan, bahwa salah satu akad pembiayaan yang ada dalam perbankan syari’ah adalah akad mudharabah. Akad Mudharabah adalah akad an...

resum sholih,akram,hirs,amanah,istiqomah,dan zuhud

SHOLIH Adalah sebuah konsep yang memiliki ciri, senantiasa bertaqwa kepada Allah dengan melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya. "والذين أمنوا وعملوا الصالحات لندخلنهم الصالحين"   Dari ayat ini orang yang sholih adalah orang yang beriman dan beramal yang baik. Misalnya dengan membaca Al-Qur'an, memahami dan mengamalkan isinya. Senantiasa tanggap pada permasalahan keluarga, lingkungan, dan masyarakatnya. Serta mampu menjadi Khalifah yang mengatur ,mengelola bumi dan isinya. Allah berfirman dalam Q.S. Al-Anbiya'; 105 وَلَقَدْ كَتَبْنَا فِي الزَّبُورِ مِنْ بَعْدِ الذِّكْرِ أَنَّ الْأَرْضَ يَرِثُهَا عِبَادِيَ الصَّالِحُونَ Artinya: Dan sungguh telah Kami tulis didalam Zabur sesudah (Kami tulis dalam) Lauh Mahfuzh, bahwasanya bumi ini dipusakai hamba-hamba-Ku yang saleh. Disini memiliki arti atau dinisbatkan pada orang-orang yang dapat mengelola bumi dengan baik artinya orang-orang yang dapat mengurus kemaslahatan umat manusia dengan baik, ...