“aksiologi”
PENGAMPU : M.
Sofyan al-Nashr, M.Pd.I

DISUSUN OLEH :
- UMI LATIFAH (16.21.00189)
- RIZA DESYANA (16.21.00111)
- SITI MUFLIHAH (16.21.00184)
- NUR HAQIQOTUN N. (16.21.00103)
- M.ANJA MAULANA (16.21.00093)
FAKULTAS SYARIAH
PRODI PERBANKAN SYARIAH
INSTITUT PESANTREN MATHALI’UL FALAH
PATI (JAWA TENGAH)
TAHUN PELAJARAN 2016/2017
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Ilmu merupakan suatu yang paling bagi manusia karena
dengan ilmu semua keperluan dan kebutuhan manusia bisa terpenuhi secara lebih
cepat dan lebih mudah. Kini peradaban manusia sangat berutang padaa ilmu. Ilmu
telah banyak mengubah wajah dunia seperti hal memberantas penyakit kelaparan,
kemikinan dan berbagai wajah kehidupan yang sulit lainnya. Kemudian timbul
pertanyaan, apakah ilmu selalu merupakan berkah dan penyelamat bagi manusia?
Dan memang sudah terbukti, dengan kemajuan ilmu pengetahuan manusia dapat
menciptakan berbagai bentuk teknologi. Disinilah ilmu harus diletakkan secara
proporsional dan memihak pada nilai-nilai kebaikan dan kemanusian. Sebab jika
ilmu tidak berpihak pada nilai-nilai, maka yang terjadi adalah bencana dan
petaka. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan
berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Pembahasan aksiologi menyangkut
masalah nilai kegunaan ilmu. Artinya pada tahap-tahap tertentu kadang ilm harus
di sesuaikan dengan nilai –nilai budaya dan moral suatu masyarakat ,sehingga
nilai kegunaan ilmu tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat dalam usahanya
meningkatkan kesejahteraan bersama,bukan sebaliknya justru menimbulkan bencana.
B. Rumusan masalah
1. Apakah
pengertian aksiologi ?
2. Bagaimana hubungan etika dan estetika sebagai
cabang dari filsafat ?
3. Apakah kegunaan dari aksiologi terhadap tujuan
ilmu pengetahuan ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu aksiologi
2. Untuk mengetahui etika dan estetika dalam cabang
filsafat
3. Untuk mengetahui kegunaan dari aksiologi terhadap
tujuan ilmu pengetahuan
BAB II
PEMBAHASAN
I.PENGERTIAN AKSIOLOGI
Aksiologi
merupakan bagian dari filsafat ilmu
yang mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan ilmunya. Aksiologi adalah
istilah yang berasal dari bahasa Yunani yaitu axios yang
artinya nilai dan logos artinya teori atau ilmu. Jadi aksiologi adalah teori
nilai, penyelidikan mengenai kodrat,kriteria dan status metafisik dari nilai.[1]
Dalam kamus
Bahasa Indonesia aksiologi adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan
manusia tentang nilai-nilai khususnya etika.
Menurut John Sinclair, dalam lingkup kajian filsafat nilai merujuk pada
pemikiran atau suatu sistem seperti politik, sosial dan agama. sedangkan nilai
itu sendiri adalah sesuatu yang berharga, yang diidamkan oleh setiap insan.
Menurut
pandangan Kattsoff aksiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki
tentang hakekat nilai yang umumnya ditinjau dari sudut pandang
kefilsafatan. Dan Barneld juga aksiologi adalah cabang filsafat yang
menyelidiki
tentang nilai-nilai, menjelaskan berdasarkan kriteria atau prinsip tertentu yang dianggap baik di dalam tingkah laku manusia
tentang nilai-nilai, menjelaskan berdasarkan kriteria atau prinsip tertentu yang dianggap baik di dalam tingkah laku manusia
Jadi Aksiologi merupakan ilmu pengetahuan
yang menyelidiki hakikat nilai[2],
dan sebenarnya ilmu pengetahuan itu tidak ada yang sia-sia kalau kita bisa
memanfaatkannya dan tentunya dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya dan di jalan
yang baik pula. Karena akhir-akhir ini banyak sekali yang mempunyai ilmu
pengetahuan yang lebih itu dimanfaatkan di jalan yang tidak benar.
Ilmu tidak bebas nilai.Artinya pada tahap-tahap tertentu kadang ilmu
harus disesuaikan dengan nilai-nilai budaya dan moral suatu masyarakat;
sehingga nilai kegunaan ilmu tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat dalam
usahanya meningkatkan kesejahteraan bersama, bukan sebaliknya malahan
menimbulkan bencana.
Problem utama aksiologi Ujar Runes berkaitan dengan empat factor penting
Sebagai
berikut:
Pertama, kodrat nilai berupa problem mengenai : apakah nilai itu berasal
dari keinginan ( voluntarisme : Spinoza ) untuk mencapai tujuan atau
konsekuensi yang
sungguh-sungguh yang dapat dijangkau (pragmatism).
sungguh-sungguh yang dapat dijangkau (pragmatism).
Kedua, jenis-jenis nilai yang mencangkut perbedaan pandangan antara nilai
intrinsic, ukuran untuk kebijaksanaan, nilai-nilai instrumental yang menjadi
penyebab nilai instrinsik.
Ketiga, kriteria nilai artinya ukuran untuk menguji nilai mempengaruhi
oleh teori psikologi dan logika.
Keempat,status metafisik nilai mempersoalkan tentang bagaimana hubungan
antara nilai terhadap fakta-fakta yang diselidiki melalui ilmu-ilmu kealaman.[3]
Dari
definisi-definisi aksiologi di atas terlihat dengan jelas bahwa permasalah
utama adalah mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki
manusia untuk melakukan berbagai prtimbangan tentang apa yang dinilai. Teori
tentang nilai yang dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika
.
II. ETIKA
2.1.Pengertian
Etika
Etika
menilai perbuatan manusia, maka lebih tepat kalau dikatakan bahwa objek formal
etika adalah norma-norma kesusilaan manusia, dan dapat dikatakan pula bahwa
etika mempelajari tingkah laku manusia ditinjau dari segi baik dan tidak baik
di dalam suatu kondisi yang normative, yaitu suatu kondisi yang melibatkan
norma-norma.
Etika adalah cabang filsafat yang membahas secara kritis dan sistematis
masalah-masalah moral.Kajian etika lebih fokus pada prilaku,norma dan adat
istiadat manusia. Etika merupakan salah-satu cabang filsafat tertua.Setidaknya
ia telah menjadi pembahasan menarik sejak masa Sokrates dan para kaum shopis.Di
situ dipersoalkan mengenai masalah kebaikan, keutamaan, keadilan dan
sebagianya.
Etika sendiri dalam buku Etika Dasar yang ditulis oleh Franz Magnis
Suseno diartikan sebagai pemikiran kritis, sistematis dan mendasar tentang
ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Isi dari pandangan-pandangan moral
ini sebagaimana telah dijelaskan di atas adalah norma-norma, adat, wejangan dan
adat istiadat manusia. Berbeda dengan norma itu sendiri, etika tidak
menghasilkan suatu kebaikan atau perintah dan larangan, melainkan sebuah
pemikiran yang kritis dan mendasar.
2.2 Tujuan Etika
Tujuan dari etika adalah agar manusia mengetahi dan mampu mempertanggungjawabkan
apa yang ia lakukan.Didalam etika, nilai kebaikan dari tingkah laku manusia
menjadi sentral persoalan. Maksudnya adalah tingkah laku yang penuh dengan
tanggung jawab, baik tanggung jawab terhadap diri sendiri, masyarakat, alam
maupun terhadap tuhan sebagai sang pencipta.
2.3.Teori Etika
Dalam
perkembangan sejarah etika ada empat teori etika sebagai sistem filsafat moral
yaitu, hedonisme, eudemonisme, utiliterisme dan deontologi.
1.Hedoisme adalah padangan moral yang menyamakan baik menurut pandangan
moral dengan kesenangan. Hedonisme mengajarkan bahwa kenikmatan adalah
berharga, sehingga yang penting bukanlah sifat kenikmatannya, melainkan
semata-mata jumlah bagi manusia yang bersangkutan.[4]
2.Eudemonisme menegaskan setiap kegiatan manusia mengejar tujuan. Dan
adapun tujuan dari manusia itu sendiri adalah kebahagiaan. Prinsip pokok
Eudemonisme adalah kebahagian bagi diri sendir dan kebahagiaan bagi orang lain.
Menurut Aristoteles , untuk mencapai Eudemonisme ini diperlukan empat hal yaitu:
a. kesehatan,
kebebasan, kemerdekaan,kekayaan dan kekuasaan .
b. kemauan,
c. perbuatan
baik, dan
d. mengetahui
batiniah.[5]
3.Utilitarisme yang berpendapat bahwa tujuan hukum adalah memajukan
kepentingan para warga negara dan bukan memaksakan perintah-perintah ilahi atau
melindungi apa yang disebut hak-hak kodrati. Utilitarisme mengatakan bahwa ciri
pengenal kesusilaan ialah manfaat suatu perbuatan dikatakan baik, jika membawa
bermafaat, dikatakan buruk jika mendatangkan mudharat.[6]
4.Deontologi adalah pemikiran tentang moral yang diciptakan oleh Immanuel
Kant. Menurut Kant, yang bisa disebut baik dalam arti sesungguhnya hanyalah
kehendak baik. Semua hal lain disebut baik secara terbatas atau dengan syarat.
Misalnya kekayaan manusia apabila digunakan dengan baik oleh kehendak manusia.
2.4.Makna etika
Istilah etika
dipakai dalam dua macam arti. Yang pertama etika dimaksudkan sebagai suatu
kumpulan pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan-perbuatan manusia.
Makna kedua etika dipakai untuk membedakan hal-hal, perbuatan-perbuatan, atau
manusia-manusia tertentu dengan yang lain. [7]
2.5.Pendekatan etika
Terdapat tiga
pendekatan etika yaitu:[8]
- Etika DeskriptifAdalah cara melukis tingkah laku moral dalam arti luas seperti adat kebiasaan, anggapan tentang baik atau buruk, tindakan yang diperbolehkan atau tidak. Oleh karena itu etika deskriptif ini tidk memberikan penilaian apapun, ini hanya memaparkan dan lebih bersifat netral.Misalnya :penggambaran tentang adat mengayau tentang kepala pada suku primitive.
- Etika NormativeSystem-sistem untuk memberikan petunjuk atau penuntun dalam mengambil keputusan yang menyangkut baik atau buruk. Etika normative dibagi menjadi dua, yaitu etika umum dan etika khusus.
- MetaetikaYaitu kajian etika yang ditujukan pada ungkapan-ungkapan etis. Bahasa etis atau bahasa yang digunakan dalam bidang moral dikaji secara logis. Metaetika menganalisis logika perbuatan dalam kaitan dengan “baik” atau “buruk”. Perkembangan lebih lanjut dari metaetika adalah filsafat analitik.2.6.Masalah etik dalam pengembangan ilmu:[9]
- Temuan basic research dan masalah etik.
- Temuan rekayasa teknologi dan masalah etik.
- Dampak social pengembangan teknologi dan masalah etik.
- Rekayasa social dan masalah etik.2.7.Masalah EtikaManfaat etika kaitannya dengan kehidupan kongkrit, yaitu :[10]
- Perkembangan hidup masyarakat yang semakin pluralistic menghadapkan manusia pada sekian banyak pandangan moral yang bermacam-macam, sehingga diperlukan refleksi kritis dari bidang etika. Contohnya bayi tabung, cloning.
- Gelombang modernisasi yang melanda disegala bidang kehidupan masyarakat, sehingga cara berfikir masyarakat pun ikut berubah. Misalnya cara berpakaian, kebutuhan fasilitas hidup modern.
- Etika juga menjadikan kita sanggup menghadapi ideologi-ideologi asing yang berebutan mempengaruhi kehidupan kita, agar tidak mudah terpancing. Artinya, tidak boleh tergesagesa memeluk pandangan baru yang belum jelas, namun tidak pula tergesasa menolak pandangan baru lantaran belum terbiasa.
- Etika diperlukan oleh penganut agama manapun untuk menemukan dasar pemantapan dalam iman dan kepercayaan sekaligus memperluas wawasan terhadap semua deminsi kehidupan masyarakat yang selalu berubah.
2.8.Etika dalam pengembangan iptek
Era sejak 1960
an sampai sekarang ini merupakan era
pengembangan ilmu sebagai meta-sience.
- teori-teori moral
- teori utilitarianpendapat mengenai tindakan benar adalah tindakan memberikan kebahagian. Untuk memberikan diskripsi tentang kebahagiaan tentang utilitarian menunjukkan kesenangan dan terhindar dari rasa sakit .( Mill dan Brandth)
- teori moral imperativedengan moral manusia masing-masing bertindak baik, bukan karena ada pemaksaan ,melainkan sadar tindakan tidak baik orang lain mungkin merugikan kita .(Immanuel kant)
- teori etika hak asasiTeori ini lebih mengaksentuasikan hak setiap orang terutama public sebagai konsumen produk rekayasa.( john Locke dan Melden)4. theory of justice5. teori keutamaan dan jalan tengah yang baikTeori ini disebut teori keutamaan moral.aristoteles mengetengahkan tentang tendensi memilih jalan tengah yang baik antara terlalu banyak ( akses ) dengan terlalu sedikit (defisienci).[11]III.ESTESTIKA
- Pengertian EstestikaEstetika merupakan bidang studi manusia yang mempersoalkan tentang nilai keindahan. Keindahan mengandung arti bahwa didalam diri segala sesuatu terdapat unsur-unsur yang tertata secara tertib dan harmonis dalam satu kesatuan hubungan yang utuh menyeluruh. Maksudnya adalah suatu objek yang indah bukan semata-mata bersifat selaras serta berpola baik melainkan harus juga mempunyai kepribadian.
Sebenarnya keindahan bukanlah merupakan suatu kualitas objek, melainkan
sesuatu yang senantiasa bersangkutan dengan perasaan. Misalnya kita bengun
pagi, matahari memancarkan sinarnya kita merasa sehat dan secara umum kita
merasaakan kenikmatan.Meskipun sesungguhnya pagi itu sendiri tidak indah tetapi
kita mengalaminya dengan perasaan nikmat. Dalam hal ini orang cenderung
mengalihkan perasaan tadi menjadi sifat objek itu, artinya memandang keindahan
sebagai sifat objek yang kita serap. Padahal sebenarnya tetap merupakan
perasaan.
Estetika membahas refleksi kritis yang
dirasakan oleh indera dan memberi penilaian terhadap sesuatu, indah atau tidak
indah, beauty or ugly. Estetika disebut juga dengan istilah filsafat keindahan.
- Sejarah estestikaPada zaman Yunani Kuno sampai masa-masa kemudian filsafat keindahan menjadi begian dari metafisika (yakni cabang filsafat yang membahas persoalan-persoalan tentang keberadaan dan seluruh realita). Banyak metode dan istilah metafisika dipergunakan dalam filsafat keindahan.Filsuf yang mulai banyak membahasnya adalah Socrates (496-399 SM) dan Plato (427-347 SM). Istilah-istilah yang mereka pakai lebih umum sifatnya. Aristoteles, filsuf yang pernah menjadi guru Iskandar Agung, mempergunakan istilah Poetika. Kemudian hari muncul istilah-istilah seperti “art” dan “humaniora” yang mana istilah ini di negara-negara pemakai bahasa Inggris masih dijunjung tinggi bahkan dipakai sebagai nama jurusan The Humanities (yang menjadi orang muda lebih manusiawi).Hegel inilah yang terutama sekali menghubungkan estetika dengan seni, sehingga pada abad ke-19 estetika tidak berkembang semata-mata sebagai falsafah keindahan, tetapi menjelma menjadi semacam teori seni . Baumgarten masih memasukkan pengalaman tentang keindahan dalam ilmu pengetahuan, namun ia merasa perlu untuk menciptakan sebuah istilah tersendiri guna menunjukkan bahwa pengetahuan ini lain dari yang lain. Istilah ini juga berbeda dengan pengetahuan akal budi semata-mata.Puncak awal perkembangan estetika sebagai salah satu bidang falsafah yang penting tampak pada pemikiran Immanuel Kant (1724-1784) Semenjak Kant, pengetahuan tentang keindahan atau pengalaman estetika tidak dapat ditempatkan di bawah payung logika atau etika, namun istilah estetika tetap dipertahankan.
- Pendapat para ahli mengenai estestika
- Emmanuel Kant meninjau keindahan dari 2 segi, yaitu:
a. Subyektif:Keindahan adalah sesuatu yang tanpa
direnungkan dan tanpa sangkut
paut dengan kegunaan praktis, tetapi mendatangkan rasa senang pada si penghayat.
paut dengan kegunaan praktis, tetapi mendatangkan rasa senang pada si penghayat.
b.Obyektif:Keserasian dari suatu obyek terhadap tujuan
yang dikandungnya, sejauh obyek ini tidak ditinjau dari segi gunanya.
Bagi Immanuel Kant , sarana kejiwaan yang disebut cita
rasa itu berhubungan dengan dicapainya kepuasan atau tidak dicapainya kepuasaan
atas obyek yang diamati. Rasa puas itu pun berkaitan dengan minat seseorang
atas sesuatu. Suatu obyek dikatakan indah apabila memuaskan minat seseorang dan
sekaligus menarik minatnya.
Pandangan ini melahirkan subyektivisme yang berpengaruh
bagi timbulnya aliran-aliran seni modern khususnya romantisme pada abad ke-19.
- Menurut Al-Ghazali, keindahan suatu benda terletak di dalam perwujudan dari kesempurnaan. Perwujudan tersebut dapat dikenali dan sesuai dengan sifat benda itu. Disamping lima panca indera, untuk mengungkapkan keindahan di atas Al Ghazali juga menambahkan indra ke enam yang disebutnya dengan jiwa (ruh) yang disebut juga sebagai spirit, jantung, pemikiran, cahaya. Kesemuanya dapat merasakan keindahan dalam dunia yang lebih dalam yaitu nilai-nilai spiritual, moral dan agama.
- Kaum materialis cenderung mengatakan nilai-nilai berhubungan dengan sifat-sifat subjektif, sedangkan kaum idealis berpendapat nilai-nilai bersifat objektif. Andaikan kita sepakat dengan kaum materialis bahwa yang merupakan nilai keindahan itu merupakan reaksi-reaksi subjektif, maka benarlah apa yang terkandung dalam sebuah ungkapan “Mengenai masalah selera tidak perlu ada pertentangan”. Sama seperti halnya orang-orang yang menyukai lukisan abstrak, jika sebagian orang mengatakan lukisan abstrak aneh, maka akan ada juga orang yang mengatakan bahwa lukisan abstrak itu indah. Reaksi ini muncul dalam diri manusia berdasarkan selera.
Pada akhirnya pembahasan estetika akan berhubungan dengan
nilai-nilai sensoris yang dikaitkan dengan sentimen dan rasa. Sehingga estetika
akan mempersoalkan teori-teori mengenai seni. Dengan demikian estetika
merupakan sebuah teori yang meliputi:
a.Penyelidikan mengenai sesuatu yang indah
b.Penyelidikan mengenai prinsip-prinsip yang mendasari
seni
c.Pengalaman yang bertalian dengan seni, masalah yang
berkaitan dengan penciptaan seni, penilaian terhadap seni dan perenungan atas
seni.
Dari pernyataan di atas, estetika meliputi tiga hal yaitu
fenomena estetis, fenomena persepsi, fenomena studi seni sebagai hasil
pengalaman estetis.
III.KEGUNAAN AKSIOLOGI TERHADAP TUJUAN ILMU
PENGETAHUAN
Menurut
Francis Bacon seperti yang dikutip oleh Jujun.S.Suriasumatri yaitu bahwa
pengetahuan adalah kekuasaan. Ilmu itu sendiri merupakan alat bagi manusia
untuk mencapai kebahagiaan hidupnya dan ilmu memiliki sifat netral, ilmu tidak
mengenal baik ataupun buruk melainkan tergantung pada pemilik dalam
menggunakannya. .
Nilai kegunaan
ilmu, untuk mengetahui kegunaan filsafat ilmu atau untuk apa filsafat ilmu itu
digunakan dapat memulainya dengan melihat filsafat sebagai tiga hal, yaitu:
- Filsafat sebagai kumpulan teori digunakan memahami dan mereaksi dunia pemikiran.
Pembahasan aksiologi menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu.Ilmu tidak
bebas nilai.Artinya pada tahap-tahap tertentu kadang ilmu harus disesuaikan
dengan nilai-nilai budaya dan moral suatu masyarakat; sehingga nilai kegunaan
ilmu tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan
bersama, bukan sebaliknya malahan menimbulkan bencana.
2. Filsafat sebagai pandangan hidup.
Filsafat dalam posisi yang kedua ini semua teori ajarannya diterima
kebenaranya dan dilaksanakan dalam kehidupan. Filsafat ilmu sebagai pandangan
hidup gunanya ialah untuk petunjuk dalam menjalani kehidupan.
Nilai itu bersifat objektif, tapi kadang-kadang
bersifat subjektif.Dikatakan objektif jika nilai-nilai tidak tergantung pada
subjek atau kesadaran yang menilai. Tolak ukur suatu gagasan berada pada objeknya,
bukan pada subjek yang melakukan penilaian. Kebenaran tidak tergantung pada
kebenaran pada pendapat individu melainkan pada objektivitas fakta. Sebaliknya,
nilai menjadi subjektif, apabila subjek berperan dalam memberi penilaian;
kesadaran manusia menjadi tolak ukur penilaian. Dengan demikian nilai subjektif
selalu memperhatikan berbagai pandangan yang dimiliki akal budi manusia,
seperti perasaan yang akan mengasah kepada suka atau tidak suka, senang atau
tidak senang.
3. Filsafat sebagai metodologi dalam memecahkan masalah.
Dalam hidup ini kita menghadapi banyak masalah. Bila ada batui didepan
pintu, setiap keluar dari pintu itu kaki kita tersandung, maka batu itu
masalah. Kehidupan akan dijalani lebih enak bila masalah masalah itu dapat
diselesaikan. Ada banyak cara menyelesaikan masalah, mulai dari cara yang
sederhana sampai yang paling rumit. Bila cara yang digunakan amat sederhana
maka biasanya masalah tidak terselesaikan secara tuntas.penyelesaian yang
detail itu biasanya dapat mengungkap semua masalah yang berkembang dalam
kehidupan manusia.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Aksiologi merupakan ilmu pengetahuan yang
menyelidiki hakikat nilai, dan sebenarnya ilmu pengetahuan itu tidak ada yang
sia-sia kalau kita bisa memanfaatkannya dan tentunya dimanfaatkan dengan
sebaik-baiknya dan di jalan yang baik pula. Karena akhir-akhir ini banyak
sekali yang mempunyai ilmu pengetahuan yang lebih itu dimanfaatkan di jalan
yang tidak benar.Teori tentang nilai yang
dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika .
Etika dimaksudkan sebagai suatu kumpulan pengetahuan mengenai penilaian
terhadap perbuatan-perbuatan manusia dan dipakai untuk membedakan hal-hal,
perbuatan-perbuatan, atau manusia-manusia tertentu dengan yang lain. Sedangkan Estetika
merupakan bidang studi manusia yang mempersoalkan tentang nilai keindahan. Sebenarnya
keindahan bukanlah merupakan suatu kualitas objek, melainkan sesuatu yang
senantiasa bersangkutan dengan perasaan. Nilai kegunaan ilmu,
untuk mengetahui kegunaan filsafat ilmu atau untuk apa filsafat ilmu itu yaitu sebagai kumpulan teori digunakan
memahami dan mereaksi dunia pemikiran, pandanan hidup serta sebagai metodologi
dalam memecahkan masalah.
DAFTAR PUSTAKA
Drs.Rizal
mustansyir M.Hum dan Drs Mifnal munir M.Hum.filsafat
Ilmu.Pustaka pelajar.Yogyakarta.2008
Istighfaratur
Rahmaniah.pendidikan etika .Malang:
UIN-maliki Press.2010
Kattosoff, Louis O..pengantar filsafat.Tlara wacana
Yogya.Yogyakarta.2004
Prof. Dr. H. Noeng
Muhadjir. Filsafat Ilmu.Rake Sarasin:
Yogyakarta.2011.
[1]
Drs.Rizal mustansyir M.Hum dan Drs Mifnal munir M.Hum.filsafat Ilmu.Pustaka pelajar.Yogyakarta.2008.hlm.26
[3]
Drs.Rizal mustansyir M.Hum dan Drs Mifnal munir M.Hum.filsafat Ilmu.Pustaka pelajar.Yogyakarta.2008.hlm:27-28
[5]
Ibid.hlm 74.
[6]
Ibid. hlm.78.
[8]
Drs.Rizal mustansyir M.Hum dan Drs Mifnal munir M.Hum.filsafat Ilmu.Pustaka pelajar.Yogyakarta.2008.hlm:30-35
[10]
Drs.Rizal mustansyir M.Hum dan Drs Mifnal munir M.Hum.filsafat Ilmu.Pustaka pelajar.Yogyakarta.2008.hlm:34-35
Comments
Post a Comment