Skip to main content

Hermeneutika Fazlur Rahman


PENDAHULUAN

    1. Latar Belakang

Ada dua hal yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan manusia, yang membedakan dari segala entitas kehidupan lainnya dimuka bumi. Dua hal tersebut adalah memahami dan menafsirkan. Berkaitan dengan hal tersebut, dalam sejarah intelektual manusia banyak ditemui para tokoh di bidang keahliannya masing-masing yang berusah merumuskan apa dan bagaimana kondisi dan cara memahami yang akurat ,tepat dan layak serta benar. Berbagai teori, konsep dan disiplin keilmuan pun muncul khusus untuk mengurusi bidang ini , satu diataranya yaitu Hermeneutika.[1]

Apa yang dilakukan oleh Fazlurrahman ,Arkoun ,Abu Zayd yang lainya adalah contoh-contoh bagaimana “mengolah” Al-Qur’an dengan hermeneutika. Hermeneutika, sebagaimana disebut diatas, Pada dasarnya merupakan suatu metoda penafsiran yang berangkat dari analisis bahasa dan kemudian melangkah pada analisis konteks, untuk selanjutnya”menarik” makna yang dapat kedalam  ruang dan waktu saat  pemahaman dan penafsiran tersebut dilakukan. Jika pendekatan ini dipertemukan dengan kajian teks Al-Qur’an , maka persoalan tema pokok yang dihadapi adalah sebagaimana teks Al-Qur’an hadir ditengah-tengah masyarakat,dipahami,ditafsirkan,diterjemahkan ,dan didialogkan dengan dinamaika relitas historisnya.[2]

Oleh karena itu salah satu hal yang mendasari dilakukannya penulisan ini adalah untuk mengetahui mengenai hermeneutika Fazlur Rahman secara mendalam.

1.2.Rumusan Masalah

1. Bagaimana Pengertian hermeneutika?

2. Bagimana Biografi Fazlur Rahman ?

3. Bagaimana pemikiran islam?

4. Bagaimana Gagasan Hermeneutika Al-Qur’an Fazlur Rahman?

5. Bagaimana Aplikasi Teori Hermeneutika Fazlur Rahman?

6. Bagaimana kajian dan pengkritisan terhadap hermeneutika Rahman?




HERMENEUTIKA FAZLUR RAHMAN

  1. Pengertian Hermeneutika
    Hermeneutika adalah proses mengubah sesuatu atau situasi ketidaktahuan menjadi tahu dan mengerti. Definisi tersebut masih terlalu umum, bila dilihat secara termenologinya, kata hermeneutika berarti:

  1. Pengungkapan pikiran dalam kata-kata ,penerjemahan dan tindakan sebagai penafsir.
  2. Usaha mengalihkan dari suatu bahasa asing yang maknanya gelap tidak diketahui kedalam bahasa lain yang bisa dimengerti oleh si pembaca.
  3. Pemindahan ungkapan pikiran yang kurang jelas, diubah menjadi bentuk ungkapan yang lebih jelas.[3]

  1. Biografi Fazlur Rahman

Fazlur Rahman lahir di Hazara Pakistan  21 September 1919. Di Distrik Hazara, Punjab suatu daerah di anak benua indo Pakistan. Ia dibesarkan dalam keluarga dengan tradisi ke agamaan madhab Hanafi yang cukup kuat. Meskipun ayahnya terdiri dalam pola pemikiran islam tradisional, namun demikian ayahnya tetapi berkeyakinan bahwa islam senantiasa melihat moderanitas sebagi tantangan sekaligus sebagai kenyataan yang harus dihadapi.[4] Ia lahir di tengah suasana perseteruan tiga kubu, kaum modernis, tradisionalis, dan fundamentalis. Kaum modernis merumuskan Negara Islam dalam bingkai ideologi modern. Kaum tradisionalis menawarkan konsep Negara Islam tradisional; khilafah dan imamah. Sedangkan kaum fundamentalis mengusung ide ‘kerajaan Tuhan’.

Dari konsepsinya ini, Rahman secara ilmiah, paling tidak, mengkritisi tiga komunitas, pertama, kalangan Tradisionalis yang berupaya menghidupkan kembali warisan kehidupan keagamaannya, kedua, kalangan Fundamentalis, yang menampilkan Islam terikat secara literal pada akar spiritualnya dan antagonis dengan Barat, dan ketiga, kalangan Modernis yang menyuguhkan sebuah Islam bersandar pada akar spiritualitasnya, namun juga tampak kebarat-baratan. [5] Latar belakang ini menjadi pemicu baginya untuk mendalami seluk-beluk keilmuan Islam dan berbagai metodologi pemikiran. Di  tengah perdebatan inilah, setelah menyelesaikan studinya di Lahore dan Oxford University, Rahman tampil mengemukakan gagasan pembaharuannya dalam bentuk tulisan – tulisan untuk memberikan pemahaman pada banyak orang.

Baik penulis-penulis yang muslim maupun non muslim telah banyak sekali menulis mengenai Al-Qur’an. Dalam pembahasan kitab suci ini sebagian besar  diantara penulis penulis muslim mengambil dan menerangkan ayat demi ayat. Disamping itu penulisan juga dilakukan untuk membela sudut pandang tertentu, prosedur penulisan itu sendiri tidak dapat mengemumakan pandangan alquran yang kohesif terhadap alam semesta dan kehidupan.[6]

  1. Neomodernisme dan Pembaharuan Pemikiran Islam

Secara historis, arus pemikiran keislaman dikuasai oleh dua kecenderungan, yaitu pertama, kecenderungan mensakralkan teks serta tradisi, dan kedua, kecenderungan untuk mendekontruksi pensakralan tersebut.[7] Neomodernisme yang ditawarkan Rahman bertitik tolak pada ide pembaharuan pemikiran dan mencoba membongkar doktrin-doktrin Islam.

Rahman berharap dapat menggabungkan kelompok yang pertama tanpa menjadi Tradisionalis dengan komunitas yang ketiga tanpa larut menjadi kebarat-baratan. Gabungan dari dua kelompok di atas dikenal dengan Neomodernisme  adalah suatu sikap kritis terhadap Barat, juga warisan-warisan kesejarahannya sendiri secara obyektif. Oleh karena itu, Rahman menganggap bahwa suatu bentuk pengembangan pemikiran Islam yang tidak berakar dalam sejarah (pemikiran klasik) atau luput dari kemampuan menelusuri benang merah kesinambungannya dengan masa lalu adalah tidak outentik.[8]

  1. Gagasan Hermeneutika Al-Qur’an Fazlur Rahman

Metodologi tafsir al-Qur’an Fazlur Rahman dinisbatkan dengan hermeneutika, bukan tafsir,  ta’wil dalam pengertian konvensional sebagaimana yang lazim digunakan oleh para mufasir. Ada tiga kata kunci dalam memahami hermeneutika al-Qur’an Fazlur Rahman: 

1.      Pendekatan Sosio-Historis

Langkah pertama yang harus dilakukan adalah melihat kembali sejarah yang melatari turunnya ayat. Ilmu asbabun nuzul sangat penting dalam hal ini. Atas dasar apa dengan motif apa suatu ayat diturunkan akan terjawab lewat pemahaman terhadap sejarah. Pendekatan historis hendaknya dibarengi dengan pendekatan sosiologis, yang khusus memotret kondisi sosial yang terjadi pada masa al-Qur’an diturunkan. Dalam ranah sosiologis ini, pemahaman terhadap al-Qur’an akan senantiasa menunjukkan elastisitas perkembangannya tanpa mencampakkan warisan historisnya. Dengan demikian universalitas dan fleksibilitas al-Qur’an senantiasa terjaga.

Di sini perlu dibedakan antara Islam normatif dan Islam historis. Islam normatif adalah sumber norma dan nilai yang mengatur seluruh tata kehidupan. Ia bersifat universal. Sedangkan Islam historis merupakan Islam yang diterjemahkan oleh umat Islam sepanjang sejarah. Meskipun Islam normatif sebagai penilai terhadap Islam historis, yang terakhir ini tidaklah lantas dibuang begitu saja karena diperlukan untuk pengoperasian sosio-historis. Dengan begitu umat Islam akan memiliki landasan untuk membicarakan ajaran agamanya.

Dalam pandangannya,historisisme in terdapat dalam al-quran itu sendiri. Menurutnya al-quran telah memperlihatkan suatu corak mengkontekstualisasikan ayat-ayat tersebut, agar selaras dengan realisasi yang memadai dari prinsip-prinsip yang dicakup.[9]

2.      Teori Gerakan Ganda

Langkah berikutnya setelah penekanan pada pendekatan sosio-historis adalah pentingnya membedakan antara legal spesifik dan ideal moral yang dikenal dengan istilah gerakan ganda (double movement). Ideal moral adalah tujuan dasar moral yang dipesankan al-Qur’an. Sedangkan legal spesifik adalah ketentuan hukum yang ditetapkan secara khusus. Ideal moral al-Qur’an lebih patut diterapkan ketimbang ketentuan legal spesifiknya sebab ideal moral bersifat universal. Dengan ini Rahman berharap agar hukum-hukum yang akan dibentuk dapat mengabdi pada ideal moral, bukan legal spesifiknya karena al-Qur’an selalu memberi alasan bagi pernyataan legal spesifiknya.

Langkah yang dilakukan, pertama memperhatikan konteks mikro dan makro ketika ayat diwahyukan. Konteks mikro adalah situasi sempit yang terjadi dilingkuangn Nabi ketika Al – Qur’an diturunkan. Sedang konteks makro adalah situasi yang terjadi dalam skala yang lebih luas, menyangkut masyarakat, agama dan adat istiadat Arabia pada saat datangnya Islam, khususnya di Makkah dan sekitarnya.  Disini lah, konsep asbabun nuzul dan nasikh-mansukh amat diperlukan.

Menurut Rahman, Al – Qur’an adalah respon ilahi, yang diturunkan melalui ingatan dan pikiran Nabi, kepada situasi sosio-moral Arab pada masa Nabi. Sehubungan dengan pernyataan ini, ia mengatakan: ”Al – Qur’an secara keseluruhannya adalah kalam Allah. Sedang dalam pengertian biasa, juga seluruhnya adalahperkataanMuhammad”[10]
Kedua, menerapkan nilai dan prinsip umum tersebut pada konteks pembaca al-Qur’an kontemporer. Pendekatan ini oleh Rahman digunakan untuk menafsirkan ayat-ayat hukum dan sosial.

3.      Pendekatan Sintetis-Logis

Jika dalam memahami ayat-ayat hukum dan sosial Rahman menggunakan pendekatan sosio-historis dan gerakan ganda, tidak demikian halnya ketika Rahman berhadapan dengan ayat-ayat metafisi-teologis. Untuk wilayah ini, Rahman menggunakan pendekatan sintetis-logis. sintetis-logis adalah pendekatan yang membahas suatu tema dengan cara mengevaluasi ayat-ayat yang berhubungan dengan tema yang dibahas.

Rahman, dalam buku  Major Themes of  the Qur’an-nya, terdeteksi secara keseluruhan memuat aspek-aspek metafisis-teologis, metode interpretasi sistematis hampir sama sekali tidak diterapkan. Hal ini dikarenakan untuk kedua wilayah garapan tersebut prosedur yang lebh tepat dikenakan adalah pendekatan sintesis logis. Dalam pendahuluan buku tersebut, Rahman mengatakan :

”kecuali dalam penggarapan beberapa tema penting semisal aneka komuniksi agama, kemungkinan dan aktualitas mukjizat, serta jihad, yang kesemuanya menunjukkan evolusi Al – Quran, prosedur yang dipergunakan dalam mensistesis tema-tema lebih bersifat logis katimbang kronologis”[11]

Rahman dengan tegas membedakan antara sunnah dengan hadits. Sunnah adalah tradisi Nabi yang hidup, sedangkan hadits adalah tradisi lisan Nabi yang sudah tertulis dengan melampaui berbagai problem sejarah.

Rahman juga membatasinya secara transparans antara yang ideal moral (sunnah konseptual) dengan yang murni hukum (teks legal spesifik atau sunnah literal) al-Qur’an.

  1.  Aplikasi Teori Hermeneutika Fazlur Rahman

  1. Hukum

Rasionalisasi Hukum Islam (Fiqh) Berkaitan dengan pemikiran Rahman di atas, maka upaya rasionalisasi hukum Islam dapat dilakukan yaitu dengan mengkaji ulang tradisi Islam (yang mandul dan tertutup) dengan cara merombak kembali asal-usul keseluruhan tradisi Islam dan menemukan tujuan dan sasaran substansial yang terdapat dalam teks hukum spesifik.

Ijma‘ tidaklah statis, tetapi berkembang secara kreatif dan dinamis serta berorientasi ke masa depan, demikian pula Ijtihad. [12]Oleh sebab itu, hubungan organik Ijtihad-Ijma‘ harus diwujudkan saat ini. Kalau hubungan ini dapat diwujudkan, Rahman yakin Hukum Islam dapat merespons tantangan zaman.

Proses menemukan prinsip-prinsip umum dari teks-teks legal spesifik al-Qur’an, yang dikonsepsikan Rahman, dapat dilakukan dengan metode qiyas. Dalam metode tersebut, ide pokoknya, yaitu bahwa yang mendasari setiap aturan legal spesifik al-Qur’an dan as-Sunnah adalah suatu prinsip umum.

Poligami

Poligami merupakan isu yang selalu muncul dalam hukum keluarga. Secara umum ulama Pakistan berpandangan bahwa poligami dibolehkan dalam Islam bahkan dijustifikasi dan ditoleransi oleh al-Qur’an sampai empat istri. Pandangan ini bagi Rahman mereduksi iedal moral al-Qur’an. Praktik ini tidak sesuai dengan harkat wanita yang memiliki kedudukan yang sama dengan laki-laki sebagaimana dinyatakan al-Qur’an.

Karena itu, pernyataan al-Qur’an yang membolehkan poligami hendaknya dipahami dalam nuansa etisnya secara komprehensif. Ada syarat yang diajukan al-Qur’an yang tidak mungkin dipenuhi laki-laki, yakni berlaku adil. Dalam kasus ini, klausa tentang berlaku adil harus mendapatkan perhatian dan niscaya punya kepentingan lebih mendasar ketimbang klausa spesifik yang membolehkan poligami. Jadi, pesan terdalam al-Qur’an tidak menganjurkan poligami, melainkan monogami. Itulah ideal moral yang hendak dituju al-Qur’an.

Potong Tangan

Dalam hukum potong tangan bagi pencuri, menurut Rahman, ideal moralnya adalah memotong kemampuan pencuri agar tidak mencuri lagi. Secara historis-sosiologis, mencuri menurut kebudayaan Arab tidak saja dianggap sebagai kejahatan ekonomi, melainkan juga kejahatan melawan nilai-nilai dan harga diri manusia. Namun sejalan perkembangan jaman, mencuri hanyalah kejahatan ekonomi, tidak ada hubungannya dengan pelecehan harga diri. Karenanya, bentuk hukumannya harus berubah. Mengamputasi segala kemungkinan yang memungkinkan ia mencuri lagi dapat dilakukan dengan berbagai cara yang lebih manusiawi, misalnya penjara atau denda. Jadi hukum potong tangan adalah budaya Arab, bukan hukum Islam.

  1. Metafisika

Tuhan

Al-Quran adalah sebuah dokumen untuk ummat manusia yang berfungsi sebagai petunjuk bagi manusia. Perkatan Allah, nama Tuhan yang sesungguhnya, lebih dari 2500 kali disebut didalam Al-Qur’an (tidak terhitung ar-Rabb,Ar-Rahman ,dll). Meskipun demikian Al-Qur’an bukanlah sebuah risalah mengenai Tuhan dan sifat-sifatNya. Menurut Al-Qur’an, eksistensi Tuhan benar-benar bersifat fungsional- Dia adalah pencipta serta pemelihara alam semesta dan manusia, terutama sekali Dialah yang memberikan petunjuk kepada manusia yang akan mengadili manusia nanti, baik secara individual maupun secara kolektif, dengan keadilan yang penuh belas kasih.[13]

Sebuah pertanyaan pertama yang perlu kita utarakan adalah : mengapa kita harus mempercayai adanya Tuhan ? mengapa kita tidak membiarkan alam beserta berbagai proses dan segala isinya berdiri sendiri tanpa meyakini adanya yang lebih tinggi dari alam,dan hanya merumitkan realitas serta memberatkan akal pikiran dan akal manusia ? Al-Qur’an menyatakan keyakinan kepada yang lebih tinggi dari pada alam itu sebagai “ keyakinan dan kesadaran terhadap yang gaib”(2:3; 5:94; 21:49; 35:18; 36:11; 50:33; 57:25; 67:12) walaupun tidak dapat dipahami dengan sempurna oleh siapapun juga kecuali oleh Tuhan sendiri.[14]

Dalam interpretasi tentang Tuhan, Rahman merespon dua pemikiran, Barat dan Muslim. Orang Barat banyak yang menggambarkan Tuhan dalam al-Qur’an sebagai suatu konsentrasi kekuatan semata, bahkan sebagai kekuatan yang kejam; raja zalim. Di kalangan Muslim Mu’tazilah dan Asy’ariyah telah mereduksi makna hubungan Tuhan dan manusia. Mu’tazilah memberi peran yang besar kepada manusia dan mengecilkan peran Tuhan sehingga manusia tampak benar-benar ”bertanggungjawab”. Asy’ariyah memandang manusia tidak memiliki kekuatan sama sekali, sehingga Tuhan tampak sebagai yang maha kuasa. Sementara kaum sufi menganut paham pantheisme, semua adalah Tuhan.

Menurut Rahman, ada tiga hal yang sering ditekankan al-Qur’an sebagai upaya pemberian peringatan kepada manusia, (1) segala sesuatu selain Tuhan bergantung kepada tuhan, (2) Tuhan adalah Maha Pengasih, dan (3) aspek-aspek ini mensyaratkan hubungan yang tepat antara Tuhan dan manusia, hubungan yang dipertuan dan hamba-Nya, yang pada akhirnya mengkonsekuensikan hubungan yang tepat pula di antara sesama manusia.[15]

Jadi Tuhan dalam kelimpahan Kasih sayang-Nya menciptakan alam dan manusia telah memberikan manusia kesadaran kemauan untuk yang diperlukannya untuk memperoleh pengetahuan dan memanfaatkan pengetahuan tersebut untuk menyadari hidup yang sesungguhnyayang tak lain untuk mengabdi kepada Allah.[16]

Manusia

Dalam konteks ini, ada suatu pembahasan Rahman yang menarik, yaitu kritisimenya pada filsafat Yunani yang kemudian di anut secara massif di lingkungan keilmuan Islam, yaitu tentang dualisme dalam diri manusia. Bahwa manusia terdiri dari dua substansi yang berbeda, bahkan bertentangan: ruh dan raga. Pemahaman seperti ini juga dianut dalam ajaran kristen dan Hindu.

Menurut Rahman, tidak ada satu ketetapan pun di alam Al – Qur’an yang dapat membenarkan pemahaman itu. Istilah nafs yang kerap dipakai Al – Qur’an dan diterjemahkan sebagai jiwa (soul) pada dasarnya berarti sosok (person) atau diri (self). Penerjemahan nafs sebagai jiwa kurang tepat. Sebab jika dipahami seperti itu, maka ada yang tertinggal dari manusia, yaitu raganya. Seperti dilukiskan Al – Qur’an, manusia adalah sebuah organisme utuh yang berfungsi dengan cara tertentu. Manusia bukanlah tubuh wadah atau jasmaninya saja, melainkan mencakup pula bagian dalam dirinya, yang dapat disebut jiwa. Keduanya membentuk satu unit yang terorganisasi.

  1. Pengkajian dan pengkritisan terhadap hermeneutika Rahman

Pengkajian dan pengkritisan terhadap hermeneutika Rahman terus dilakukan ,namun walaupun begitu ia tetaplah dipandang sebagai kontribusi besar bagi pembangunan keilmuan Islam. Menariknya, kendati Rahman terkesan mengsubordinasikan pendekatan keilmuwan Islam klasik, warisan mereka tetap saja diserapnya. Bahkan menjadi landasan picu bagi pembangunan hermeneutika Al- Qurannya. Karena sejatinya teori ini berimplikasi pada:

1. Pengembangan keilmuan Islam

Rahman menyuguhkan metodologi baru dan menamakan hermeneutika al-Qur’an karena hermeneutika  difungsikan sebagai alat untuk menafsirkan kitab suci al-Qur’an. Dimana dalam karyanya memadukan akar tradisional Muslim dengan temuan hermeneut Barat modern.

2.    Mengubah paradigma dari metafisik-teologis ke etis-antropologis

Teori gerakan ganda membuat hermeneutika Rahman menebarkan nilai-nilai etis karena ideal moral menjadi tujuan utamanya.

3.    Menegakkan etika sosial dalam Islam modern.

Rahman memiliki tujuan yang diharapkan akan mengangkat harkat dan martabat manusia sebagai mahluk luhur.

Rahman yakin bahwa metodologi itu semaksimal mungkin  dimaksudkan agar:

  1. Terhindar dari ijtihad yang tidak bertanggung jawab.
  2. Dapat melakukan rekontruksi sistematis atas Islam namun tetap berpegang pada akar-akar spiritualnya.
  3. Mampu menjawab berbagai kebutuhan dan permasalahan Islam kontemporer, tanpa bertekuk kepada barat atau menafikannya.



PENUTUP

Hermeneutika Fazlur rahman adalah proses mengubah sesuatu atau situasi ketidaktahuan menjadi tahu dan mengerti. Fazlur Rahman lahir di  Hazara di Pakistan. Ia dibesarkan   dalam keluarga dengan tradisi ke agama madhab Hanafi yang cukup kuat. Rahman menganggap bahwa suatu bentuk pengembangan pemikiran Islam yang tidak berakar dalam sejarah (pemikiran klasik) atau luput dari kemampuan menelusuri benang merah kesinambungannya dengan masa lalu adalah tidak outentik. Rahman mulai menggulirkan konsepnya, yakni, pertama, membedakan sunnah dengan hadits, dan kedua, membatasinya secara transparans antara yang ideal moral (sunnah konseptual) dengan yang murni hukum (teks legal spesifik atau sunnah literal) al-Qur’an. Dalam merealisasikan pemikirannya, Rahman memformulasikan metodologi tafsir al-Qur’an dengan model gerakan ganda (double movement) sebagai bentuk aplikasinya.  Satu hal yang sangat ditekankan Rahman adalah keniscayaan melacak sejarah masa lalu (pendekatan histories) dan menangkap sosio-moral masyarakat. Pendekatan ini ditujukan dalam rangka mengetahui secara outentik substansi ajaran Islam. Dengan begitu, Islam terutama aspek hukumnya dapat diharapkan mampu menjawab tantangan modernitas.  .











DAFTAR PUSTAKA

Fahruddin Faiz,Hermeneutika Al-Qur’an,eLSAQ.Yogyakarta.2005.

Fazlur Rahman, Tema Pokok Al-Qur’an Fazlur Rahman.Pustaka Bandung.1996

Fazlur Rahman, Islam dan Modernity,

Komaruddin Hidayat, “Arkoun dan Tradisi Hermeneutik” dalam Tradisi, Kemodernan, dan Metamodernisme (JH Mouleman:Penyunting), LkiS, Yogyakarta, 1996

Nurcholis Majid, “Fazlur Rahman dan Rekontruksi Etika al-Qur’an”, dalam Jurnal Islamika.

Prof. Dr. H. Nur Syam, M. S. I, Relasi Agama dan Budaya Masyarakat Kontemporer.,

Taufik Adnan Amal, Islam dan Tantangan Modernitas, Mizan, Bandung, 1994







[1]Fahruddin Faiz,Hermeneutika Al-Qur’an,eLSAQ.Yogyakarta.2005.hlm.1
[2] Ibid.hlm.15
[3] Ibid.hlm.5
[4] Prof. Dr. H. Nur Syam, M. S. I, Relasi Agama dan Budaya Masyarakat Kontemporer., h. 49-50
[5] Taufik Adnan Amal, Islam dan Tantangan Modernitas, Mizan, Bandung, 1994 hlm. 65
[6] Fazlur Rahman, Tema Pokok Al-Qur’an., h. ix
[7] Komaruddin Hidayat, “Arkoun dan Tradisi Hermeneutik” dalam Tradisi, Kemodernan, dan Metamodernisme (JH Mouleman:Penyunting), LkiS, Yogyakarta, 1996, hlm. 33
[8] Nurcholis Majid, “Fazlur Rahman dan Rekontruksi Etika al-Qur’an”, dalam Jurnal Islamika, Op. Cip.,
hlm. 24.
[9] Prof. Dr. H. Nur Syam, M. S. I, Relasi Agama dan Budaya Masyarakat Kontemporer., h. 51
[10] Fazlur Rahman, Islam dan Modernity, hal 31
[11] Fazlur Rahman, Major Themes of  the Qur’an.,
[12] Fazlur Rahman, Islamic …, hlm. 171-172.
[13] Fazlur Rahman,Tema pokok Al-Qur’an,h.1
[14] Ibid,h.2
[15] Ibid,.h.3-4
[16] Ibid,.h.13

Comments

Popular posts from this blog

Mengenali Ayat dan Hadist tentang Kewirausahaan

PENDAHULUAN A.LATAR BELAKANG Entrepreneur memang bisa merupakan bakat, namun bisa dibentuk. Yang pasti, semua bukan tidak bisa menjadi entrepreneur yang sukses. Banyak cerita tentang orang yang mempunyai mitos yang salah tentang entrepreneurship. Mitos yang salah akan menciptakan rasa takut yang menjadi penghalang utama seseorang untuk memutuskan memulai usaha. Sukses merupakan proses yang bergulir. Meskipun demikian, Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum atau kelompok atau individu, kecuali kaum atau kelompok atau individu itu berusaha mengubahnya. Kita berusaha yang terbaik, sabar dan mengikuti jalan yang benar yang dilandasi iman kepada Allah. Insya Allah kita akan menjadi entrepreneur yang berhasil, baik di dunia mapun di akhirat.  Untuk itu, disini penulis akan membahas lebih mendalam mengenai karakteristik dan tinjauannya dalam Al-Qur’an dan Hadist. B. RUMUSAN MASALAH 1.Apa definisi dari wirausaha? 2.Bagaimana karakteristik dan tinjauannya dari ayat & hadist u...

Ayat Hadist Ekonomi "Mudharabah"

MAKALAH ‘’MUDHARABAH” Makalah ini di susun guna untuk memenuhi tugas Mata Kuliah: Ayat dan Hadist Ekonomi Dosen Pengampu: Dr. Jamal Ma’mur,MA Image Disusun Oleh: 1. Nurul Istianah       (16.21.00246) 2. Umi Latifah          (16.21.00189) 3. M. Ali Syukron     (16.21.00014) 4. Laila Atmim N      (16.21.00156) FAKULTAS SYARI’AH PROGAM STUDI PERBANKAN SYARIAH INSTITUT PESANTREN MATHALI’UL FALAH TAHUN AKADEMIK 2017/2018 MUDHARABAH A. Latar Belakang Akad mudharabah merupakan salah satu produk pembiayaan yang disalurkan oleh perbankan syari’ah. Seperti yang disebutkan dalam Undang-Undang No 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syari’ah (selanjutnya disebut UUPS). Pasal 19 UUPS menyebutkan, bahwa salah satu akad pembiayaan yang ada dalam perbankan syari’ah adalah akad mudharabah. Akad Mudharabah adalah akad an...

resum sholih,akram,hirs,amanah,istiqomah,dan zuhud

SHOLIH Adalah sebuah konsep yang memiliki ciri, senantiasa bertaqwa kepada Allah dengan melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya. "والذين أمنوا وعملوا الصالحات لندخلنهم الصالحين"   Dari ayat ini orang yang sholih adalah orang yang beriman dan beramal yang baik. Misalnya dengan membaca Al-Qur'an, memahami dan mengamalkan isinya. Senantiasa tanggap pada permasalahan keluarga, lingkungan, dan masyarakatnya. Serta mampu menjadi Khalifah yang mengatur ,mengelola bumi dan isinya. Allah berfirman dalam Q.S. Al-Anbiya'; 105 وَلَقَدْ كَتَبْنَا فِي الزَّبُورِ مِنْ بَعْدِ الذِّكْرِ أَنَّ الْأَرْضَ يَرِثُهَا عِبَادِيَ الصَّالِحُونَ Artinya: Dan sungguh telah Kami tulis didalam Zabur sesudah (Kami tulis dalam) Lauh Mahfuzh, bahwasanya bumi ini dipusakai hamba-hamba-Ku yang saleh. Disini memiliki arti atau dinisbatkan pada orang-orang yang dapat mengelola bumi dengan baik artinya orang-orang yang dapat mengurus kemaslahatan umat manusia dengan baik, ...